Rabu, 11 April 2012

RUU KKG Ditolak? atau Dikritisi?


KASTRAT BEM FIK UI, DEPOK -Sore tadi Selasa, 10 April 2012, Kami dari tim Kajian Strategis (Kastrat) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI)  bertolak menuju Perpustakaan pusat Universitas Indonesia. Tepatnya di Aula Perpustakaan Lt.6  UI untuk menghadiri undangan dari  Kastrat Nuansa Islam Mahasiswa Universitas Indonesia (SALAM UI). Kastrat SALAM UI mengundang kami dalam diskusi publik yang bertema “Membedah Rancangan Undang-Undang Keadilan dan Kesetaraan Gender”. Diskusi publik ini menghadirkan pembicara-pembicara yang berkompeten di bidangnya. Pembicara diskusi diantaranya dari Komisi VIII DPR RI, Ibu Ledia Hanifa Amalia, S. Si, Dosen Fakultas Hukum UI, Bapak Heru Susetyo, SH., LLM., Msi. Dan dari  INSISTS Bapak Henri Shalahuddin, MA.

Diskusi publik ini merupakan salah satu serangkaian program kerja dari Kastrat SALAM UI 2012. Dalam menghadiri Diskusi Publik kami dari tim Kastrat FIK UI, yaitu Moh. Hamilun Ni’am, Muhammad Taufik, dan Aida Alawiyah. Selain kami tim Kastrat FIK UI 2012 turut hadir Ketua BEM FIK UI 2012, Amalul Fadly Hasibuan serta teman kami dari FIK UI, Ahmad Hifni Bik dan Mustafidz.
Tepat pukul 15.30 WIB, kami sampai di Aula Perpustakaan Lt.6  UI. Kami melakukan registrasi dan duduk berpencar untuk bersilaturrahmi dengan teman-teman dari Fakultas lain. Sambil menunggu dimulainya diskusi, kami berkenalan dengan teman-teman yang hadir dalam acara ini diantaranya dari Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam (FMIPA UI), FISIP UI, FH, FT, F. Psiko, FIB, FKM, bahkan dari kampus lain UNJ dan MIUMI (Majelis Intelektual  dan Ulama Muda Indonesia.
Acara dimulai tepat pukul 16.00 WIB yang di buka oleh Master of Ceremony (MC) mahasiswa FH UI angkatan 2010. Acara dimulai dengan membaca doa dan dilanjutkan dengan pembacaan tilawah oleh Akh Agung dari FKM 2010.  Selanjutnya acara di pandu oleh moderator saudara Adnan Mubarak (FH 2010). Moderator membacakan CV para pembicara dan langsung memulai penyajian oleh pembicara pertama Bapak Heru Susetyo, SH., LLM., Msi. Dalam penyajiannya Dosen Fakultas Hukum UI, Heru Susetyo mengatakan, kaum perempuan juga bisa melakukan diskriminasi terhadap kelompok masyarakat lainnya. Sehingga, pembahasan RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender dipandang abu-abu.

"Diskriminasi tidak melulu dilakukan kepada perempuan". Bahkan perempuan bisa jadi menjadi subyek penindas bagi laki-laki, atau bahkan penindasan bagi perempuan yang lain," sebut Heru.
Selanjutnya pemaparan dari Anggota Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa secara gamblang menjelaskan perkembangan pembahasan Draft RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) di DPR. Ledia mengatakan, Draft RUU KKG resmi diserahkan dari Deputi Perundang-undangan DPR RI ke Komisi VIII DPR RI pada Agustus 2011 lalu. Tapi, tahap pembahasan ini baru mencapai setengah dari alur Pembahasan hingga Penyusunan Rancangan UU.

"Masih mungkin akan banyak berubah karena dikaji berdasar masukan baik oleh pemerintah maupun elemen masyarakat," ujar Ledia.

Ketua DPP PKS Bidang Kewanitaan itu menjelaskan, peraturan perundangan di Indonesia terkait hak perempuan, sudah mencakup banyak bidang. Permasalahnya ada pada implementasi di lapangan dan penyelenggaraan negara. Jadi, bukan berarti jika RUU ini selesai akan langsung memberikan dampak pada masyarakat, khususnya perempuan.

"Namun, masukan untuk legislasi RUU ini masih sangat terbuka untuk masukan masyarakat, termasuk mahasiswa," tuturnya.

Di kesempatan yang sama, Ketua Salam Universitas Indonesia, Yosep Saeful Gunawan memaparkan Launching lembaga Sentra Muslimah Cendikia (SMC). "Sebagai follow-up dari Kajian Publik ini, SALAM UI akan segera mengkaji dan mengeluarkan pernyataan, rekomendasi terhadap draft RUU KKG ini," ungkap Yosep.



Akhirnya sekitar pukul 18.00 WIB acara selesai, yang ditutup oleh doa dan penyerahan plakat oleh ketua SALAM UI akh Yosep Saeful Gunawan  kepada pembicara. Kami  bertolak menuju kampus Faculty of Nursing University of Indonesia dengan rasa senang. Karena dalam diskusi publik ini kami mendapatkan banyak pengetahuan yang sebelumnya kami tidak mengetahuinya. Demikian kunjungan kami dalam Diskusi Publik hari ini. Akhir kata sambut salam hangat kami pasukan KASTRAT FIK UI 2012.
“HIDUP MAHASISWA ! HIDUP RAKYAT INDONESIA !. 
Reporter: I’am FIK UI 2011

Berikut Draft RUU KKG:

RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
 NOMOR … TAHUN …
TENTANG
KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :a.         bahwa negara menjamin hak setiap orang untukbebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun dan untuk mendapatkan pelindungan dari perlakuan diskriminatif sebagaimana diamanatkanUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;     
                           b.      bahwa masih terdapat diskriminasi atas dasar jenis kelamin tertentu sehingga kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia belum mencerminkan kesetaraan dan keadilan gender;
   c.   bahwa kesetaraan gender yang ditujukanuntuk mencapai keadilan gender belum diatur secara komprehensif sehingga belum menjamin kepastian hukum;
d.   bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender;

Mengingat  :        Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :   UNDANG-UNDANG TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.    Gender adalah pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya yang sifatnya tidak tetap dan dapat dipelajari, serta dapat dipertukarkan menurut waktu, tempat, dan budaya tertentu dari satu jenis kelamin ke jenis kelamin lainnya.
2.    Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi dan posisi bagi perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan kesempatan mengakses, berpartisipasi, mengontrol, dan memperoleh manfaat pembangunan di semua bidang kehidupan.
3.    Keadilan Gender adalah suatu keadaan dan perlakuan  yang menggambarkan adanya persamaan hak dan kewajiban perempuan dan laki-laki sebagai individu, anggota keluarga, masyarakat dan warga negara.
4.    Diskriminasi adalah segala bentuk pembedaan, pengucilan, atau pembatasan, dan segala bentuk kekerasanyang dibuat atas dasar jenis kelamin tertentu, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan manfaat, atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasanpokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau bidang lainnya, terlepas dari status perkawinan, atas dasar persamaan hak antara perempuan dan laki-laki.
5.    Pengarusutamaan Gender yang selanjutnya disingkat PUG adalah suatu strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan.
6.    Analisis Gender adalah perangkat untuk mengidentifikasi dan menganalisis kondisi dan posisi laki-laki dan perempuan dalam memperoleh kesempatan untuk memperoleh akses, berpartisipasi, mengontrol, dan memperoleh manfaat pembangunan sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
7.    Focal Point Pengarusutamaan Gender yang selanjutnya disebut Focal Point PUG adalah aparat pemerintah baik perorangan maupun kelompok yang mempunyai kemampuan dan berperan aktif mendorong pengarusutamaan gender di instansi dan/atau lembaga.
8.    Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender yang selanjutnya disebut Pokja PUG adalah media konsultasi bagi pelaksana dan penggerak pengarusutamaan gender dari berbagai instansi dan/atau lembaga.
9.    Anggaran Responsif Gender yang selanjutnya disingkat ARG adalahpenganggaran yang meliputi perencanaan, alokasi anggaran, restrukturisasi pendapatan, dan pengeluaran untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui pemenuhan hak dasar laki-laki dan perempuan.
10. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
11. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
12. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

BAB II           
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2
Kesetaraan dan keadilan gender dilaksanakan berdasarkan asas:
a. kemanusiaan;
b. persamaansubstantif;
c. non-diskriminasi;
d. manfaat;
e. partisipatif; dan
f.  transparansi dan akuntabilitas.

Pasal 3
Kesetaraan dan keadilan gender bertujuan:
a.    mewujudkan kesamaan untuk memperoleh akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat antara perempuan dan laki-laki dalam semua bidang kehidupan; dan
b.    mewujudkan kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang setara dan adil.

BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN

Bagian Pertama
Hak

Pasal 4
(1)  Dalam bidang politik dan pemerintahan, setiap orang berhak:
  1. memilih dan dipilih;
  2. berpartisipasi dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan;
  3. memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan; dan
  4. berpartisipasi dalam organisasi dan perkumpulan non-pemerintah yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan politik negara.
(2)  Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perempuan berhak memperoleh tindakan khusus sementara paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus) dalam hal keterwakilan di legislatif, eksekutif, yudikatif, dan berbagai lembaga pemerintahan non-kementerian, lembaga politik dan lembaga non-pemerintah, lembaga masyarakat di tingkat daerah, nasional, regional dan internasional.  

Pasal 5
Dalam bidang kewarganegaraan, setiap orang berhak:
a.    memperoleh, mengubah, atau mempertahankan kewarganegaraan; dan
b.    memperoleh persamaan dalam menentukan kewarganegaraan anak dari hasil perkawinan.

Pasal 6
Dalam bidang pendidikan, setiap orang berhak:
a.    memperoleh pendidikan di semua bidang dan jenjang pendidikan; dan
b.    mendapatkan beasiswa dan bantuan pendidikan lainnya.

Pasal 7
Dalam bidang komunikasi dan informasi, setiap orang berhak:
a.    berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya; dan
b.    mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Pasal 8
Dalam bidang ketenagakerjaan, setiap orang berhak:
a.    bekerja di semua bidang pekerjaan;
b.    memperoleh kesempatan dalam mengikuti pendidikan dan latihan kerja serta promosi jabatan yang setara;
c.    menerima fasilitas, upah, dan tunjangan yang setara; dan
d.    mendapatkan jaminan sosial, perlindungan kesehatan, dan keselamatan kerja.

Pasal 9
Dalam bidang kesehatan dan keluarga berencana, setiap orang berhak:
a.    memperoleh pelayanan dan jaminan kesehatan, serta pelayanan keluarga berencana; dan
b.    memperoleh jaminan untuk mendapatkan pelayanan yang layak berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan pasca-persalinan.

Pasal 10
Dalam bidang ekonomi, setiap orang berhak:
a.    memperoleh jaminan sosial;
b.    memperoleh akses dan kemudahan atas pinjaman dari lembaga keuangan; dan
c.    memiliki hak milik pribadi yang tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.

Pasal 11
Dalam bidang hukum, setiap orang berhak:
a.    mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang setara dan adil; dan
b.    mendapatkankedudukan, kesamaan, dan perlakuan yang setara dan adil di hadapan hukum.

Pasal 12
Dalam perkawinan, setiap orang berhak:
a.    memasuki jenjang perkawinan dan memilih suami atau isteri secara bebas;
b.    memiliki relasi yang setara antara suami dan isteri;
c.    atas peran yang sama sebagai orangtua dalam urusan yang berhubungan dengan anak;
d.    menentukan secara bebas dan bertanggung jawab jumlah anak dan jarak kelahiran;
e.    atas perwalian, pemeliharaan, pengawasan, dan pengangkatan anak; dan
f.     atas pemilikan,perolehan, pengelolaan, pemanfaatan, pemindahtanganan beserta pengadministrasianharta benda.


Pasal 13
Untuk bebas dari ancaman, diskriminasi, dan kekerasan, setiap orang berhak:
a.  atas rasa aman dan mendapatkan pelindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu; 
b.  mendapatkan pelindungan dari kekerasan;
c.  mendapatkan pelindungan dariperlakuan yang merendahkan martabat manusia; dan
d.  mendapatkan pelindungan dari perlakuan diskriminatif.
                                                                                                               
Bagian Kedua
Kewajiban

Pasal 14
Negara berkewajiban untuk:
a.    melindungi setiap orang dari segala bentuk diskriminasi;
b.    mewujudkan kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang setara dan adil.
c.    menjamin terlaksananya upaya penghapusan diskriminasi dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan budaya;
d.    membentuk peraturan perundang-undangan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya untuk menjamin kesetaraan dan keadilan gender.
e.    menyusun tindakan khusus sementarauntukmewujudkan kesamaan dalam memperoleh akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat  pembangunan antara perempuan dan laki-laki di semua bidang kehidupan;
f.     menyusun dan melaksanakan kebijakan yang tepat untuk mengubah perilaku sosial dan budaya yang tidak mendukung kesetaraan dan keadilan gender; dan
g.    Memberikan jaminan terhadap status kewarganegaraan perempuan agar tidak berubah secara otomatis sebagai akibat dari perkawinan dengan orang asing.

Pasal 15
Setiap warga negara berkewajiban untuk:
a.    mencegah terjadinya kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan yang merendahkan martabat manusia;
b.    memberikan informasi yang benar dan bertanggung jawab kepada pihak yang berwenang jika mengetahui terjadinya kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan yang merendahkan martabat manusia;
c.    melakukan upaya pelindungan korban kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan yang merendahkan martabat manusia;
d.    menanamkan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender kepada anak sejak usia dini dalam keluarga;
e.    membangun relasi yang setara antara perempuan dan laki-laki; dan
f.     memenuhi tanggung jawab yang sama sebagai orangtua dalam urusan yang berhubungan dengan anak.

BAB IV
PENGARUSUTAMAAN GENDER

Bagian Pertama
Penyelenggara

Pasal 16
PUG diselenggarakan oleh semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat pusat dan daerah.

Pasal 17
Penyelenggara PUG terdiri dari:
a.    Menteri
b.    Kepala Lembaga Pemerintah Non-Kementerian;
c.    Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara;
d.    Panglima Tentara Nasional Indonesia;
e.    Kepala Kepolisian Repulik Indonesia;
f.     Jaksa Agung Republik Indonesia;
g.    Gubernur;
h.    Bupati/Walikota.

Pasal 18
Penyelenggara PUG mempunyai tugas:
a.    menyusun mekanisme internal PUG;
b.    membentuk unit kerja dan menunjuk penanggung jawab PUG di lingkungan kerjanya;
c.    menyusun uraian kerja dan menetapkan langkah-langkah yang diperlukan dalam pelaksanaan PUG;
d.    melaksanakan koordinasi internal yang berkaitan dengan bidang tugasnya untuk menjamin terlaksananya PUG;
e.    memberikan bantuan teknis kepada pihak-pihak yang membutuhkan dalam bentuk penyediaan data dan informasi, pelatihan dan konsultasi yang berkaitan dengan bidang tugas, fungsi, dan kewenangannya.

Pasal 19
Pimpinan kementerian/lembaga atau satuan kerja perangkat daerah yang tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab  dikenai sanksi administratif tindakan disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Penyelenggaraan

Paragraf 1
Umum

Pasal 20
Penyelenggaraan PUG meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembiayaan, pemantauan dan evaluasi, serta pelaporan.

Paragraf 2
Perencanaan

Pasal 21
(1)  Perencanaan PUG dilakukan melalui analisis gender berdasarkan data terpilah.
(2)  Perencanaan PUG dilakukan dengan mengintregasikan anggaran responsif gender.

Pasal 22
(1)  Analisis gender sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dapat menggunakan metode Gender Analysis Pathway (Alur Kerja Analisis Gender), Problem Based Approach dan/atau metode lainnya.
(2)  Biaya untuk melakukan analisis gender dibebankan pada masing-masing kementerian/lembaga atau satuan kerja perangkat daerah.

Pasal 23
PUG dalam perencanaan pembangunan nasional dilakukan melalui proses penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, Rencana Kerja Pemerintah, Rencana Strategis Kementerian atau Lembaga, Rencana Kerja Kementerian atau Lembaga, dan Rencana Kerja Anggaran Kementerian atau Lembaga yang berperspektif gender.

Pasal 24
(1)    Perencanaan PUG di tingkat pusat dikoordinasikan oleh Kementerian Negara yang yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perencanaan pembangunan nasional.
(2)    Institusi perencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai:
a.      koordinator usulan perencanaan dari setiap lembaga negara, instansi, atau unit yang mengajukan perencanaan untuk dianggarkan dalam Anggaran  Pendapatan Belanja Negara; dan
b.      fasilitator dari setiap lembaga negara, instansi, atau unit yang mengajukan perencanaan program dan kegiatan.

Pasal 25
Menteri berperan aktif dalam mengikuti proses perencanaan PUG di tingkat pusat.

Pasal 26
PUG dalam perencanaan pembangunan  daerah dilakukan melalui proses penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Rencana Kerja Pemerintah Daerah, Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah, Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan Rencana Kerja Anggaran  Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berperspektif gender.

Pasal 27
(1)  Perencanaan PUG di tingkat daerah dikoordinasikan oleh badan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perencanaan pembangunan daerah.
(2)  Institusi perencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai:  
  1. koordinator usulan perencanaan dari setiap lembaga, instansi, atau unit di daerah yang mengajukan perencanaan untuk dianggarkan dalam Anggaran  Pendapatan Belanja Daerah;
  2. fasilitator dari setiap lembaga, instansi, atau unit di daerah yang mengajukan perencanaan program dan kegiatan.

Pasal 28
Instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pemberdayaan perempuan berperan aktif dalam mengikuti proses perencanaan PUG di tingkat daerah.
Paragraf  3
Pelaksanaan

Pasal 29
(1)  Seluruh kementerian dan lembaga negara bertanggungjawab melaksanakan PUG di instansinya masing-masing.
(2)  Untuk menjamin agar seluruh kementerian dan lembaga negara melaksanakan PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk Pokja PUG.
(3)  Pokja PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (2) beranggotakan wakil dari seluruh kementerian dan lembaga negara.
(4)  Struktur Pokja PUG di tingkat pusat terdiri atas:
  1. Penanggung jawab adalah Wakil Presiden;
  2. Ketua adalah menteri negara yang yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perencanaan pembangunan nasional; dan
  3. Sekretaris adalah Menteri.

Pasal 30
Pokja PUG Pusat mempunyai tugas:
a.    mempromosikan dan memfasilitasi PUG di masing-masing kementerian/lembaga;
b.    melaksanakan sosialisasi dan advokasi PUG kepada pegawai di lingkungan kementerian/lembaga;
c.    menyusun program dan rencana kerja setiap tahun;
d.    mendorong terwujudnya anggaran responsif gender;
e.    merumuskan rekomendasi kebijakan kepada pimpinan kementerian/lembaga;
f.     melakukan pemantauan pelaksanaan PUG di masing-masing instansi;
g.    menetapkan tim teknis untuk melakukan analisis terhadap anggaran kementerian/lembaga;
h.    mendorong dilaksanakannya pemilihan dan penetapan Focal Point PUG di masing-masing kementerian/lembaga; dan
i.      melaporkan pelaksanaan tugas secara berkala kepada pimpinan kementerian/lembaga.

Pasal 31
(1)    Untuk menjamin penyelenggaraan PUG di tingkat pusat, dibentuk Focal Point PUG di setiap kementerian/lembaga.
(2)    Focal Point PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas:
a.  mempromosikan pengarusutamaan gender pada unit kerja;
b.  memfasilitasi penyusunan Rencana Strategis Kementerian atau Lembaga, Rencana Kerja Kementerian atau Lembaga, dan Rencana Kerja Anggaran Kementerian atau Lembaga yang berperspektif gender;
c.  melaksanakan pelatihan, sosialisasi, advokasi pengarusutamaan gender kepada  pegawai di lingkungan kementerian/lembaga;
d.  melaporkan pelaksanaan PUG kepada pimpinan kementerian/lembaga;
e.  mendorong pelaksanaan analisis gender terhadap kebijakan, program, dan kegiatan pada unit kerja; dan
f.   memfasilitasi penyusunan data terpilah pada setiap kementerian/lembaga.

Pasal 32
Focal Point PUG dipilih dan ditetapkan oleh Kepala/Pimpinan kementerian/lembaga.

Pasal 33
Pelaksanaan tugas Focal Point PUG dikoordinasikan oleh pejabat yang ada di setiap kementerian/lembaga.

Pasal 34
(1)  Gubernur bertanggungjawab melaksanakan PUG dengan dibantu oleh wakil Gubernur.
(2)  Untuk menjamin agar seluruh satuan kerja perangkat daerah melaksanakan PUG, Gubernur menetapkan Badan/Dinas yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang pemberdayaan perempuan
(3)  Dalam upaya percepatan pelembagaan PUG di seluruh SKPD provinsi, dibentuk Pokja PUG Provinsi.
(4)  Pokja PUG Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) beranggotakan wakil dari seluruh satuan kerja perangkat daerah di Provinsi.
(5)  Struktur Pokja PUG provinsi terdiri atas:
  1. Penanggung jawab adalah Wakil Gubernur; 
  2. Ketua adalah kepala badan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perencanaan pembangunan daerah; dan
  3. Kepala Sekretariat Pokja PUG Provinsi adalah Kepala Badan/Dinas yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pemberdayaan perempuan.

Pasal 35
Pokja PUG Provinsi bertugas:
a.    mempromosikan dan memfasilitasi PUG di masing-masing satuan kerja perangkat daerah;
b.    melaksanakan sosialisasi dan advokasi PUG kepada pegawai di lingkungan Pemerintah Provinsi;
c.    menyusun program dan rencana kerja setiap tahun;
d.    mendorong terwujudnya anggaran responsif gender;
e.    menyusun rencana kerja Pokja PUG setiap tahun;
f.     merumuskan rekomendasi kebijakan kepada Gubernur;
g.    memfasilitasi satuan kerja perangkat daerah atau unit kerja yang membidangi pendataan untuk menyusun data terpilah;
h.    melakukan pemantauan pelaksanaan PUG di masing-masing instansi;
i.      menetapkan tim teknis untuk melakukan analisis terhadap anggaran daerah;
j.      menyusun Rencana Aksi Daerah PUG Provinsi;
k.    mendorong dilaksanakannya pemilihan dan penetapan Focal Point di masing-masing satuan kerja perangkat daerah; dan
l.      melaporkan pelaksanaan PUG secara berkala kepada Gubernur melalui Wakil Gubernur.

Pasal 36
(1)    Untuk menjamin penyelenggaraan PUG di tingkat provinsi, dibentuk Focal Point PUG di setiap satuan kerja perangkat daerah.
(2)    Focal Point PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas :
a.  mempromosikan pengarusutamaan gender pada unit kerja;
b.  memfasilitasi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Rencana Kerja Pemerintah Daerah, Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah, Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan Rencana Kerja Anggaran  Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berperspektif gender;
c.  melaksanakan pelatihan, sosialisasi, advokasi pengarusutamaan gender kepada pegawai di lingkungan satuan kerja perangkat daerah;
d.  melaporkan pelaksanaan PUG kepada pimpinan satuan kerja perangkat daerah;
e.  mendorong pelaksanaan analisis gender terhadap kebijakan, program, dan kegiatan pada unit kerja; dan
f.   memfasilitasi penyusunan data terpilah pada setiap satuan kerja perangkat daerah.

Pasal 37
Focal Point PUG dipilih dan ditetapkan oleh Kepala/Pimpinan satuan kerja perangkat daerah.

Pasal 38
Pelaksanaan tugas Focal Point PUG dikoordinasikan oleh pejabat yang ada di setiap satuan kerja perangkat daerah.

Pasal 39
(1)  Bupati/Walikota bertanggung jawab melaksanakan PUG dengan dibantu Wakil Bupati/Walikota.
(2)  Untuk menjamin agar seluruh satuan kerja perangkat daerah melaksanakan PUG, Bupati/Walikota menetapkan Badan/Dinas yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidangpemberdayaan perempuan.
(3)  Dalam upaya percepatan pelembagaan PUG di seluruh satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota, dibentuk Pokja PUG Kabupaten/Kota. 
(4)   Pokja PUG Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) beranggotakan wakil dari seluruh satuan kerja perangkat daerah di Kabupaten/Kota.
(5)  Struktur Pokja PUG Kabupaten/Kota terdiri atas:
a.    Ketua Pokja PUG Kabupaten/Kota adalah kepala badan yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang perencanaan pembangunan daerah;
b.    Kepala Sekretariat Pokja PUG Kabupaten/Kota adalah Kepala Badan/Dinas yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang pemberdayaan perempuan.

Pasal 40
Pokja PUG Kabupaten/Kota bertugas:
a.  mempromosikan dan memfasilitasi PUG di masing-masing satuan kerja perangkat daerah;
b.  melaksanakan sosialisasi dan advokasi PUG kepada Camat dan Kepala Desa/Lurah;
c.  menyusun program kerja setiap tahun;
d.  mendorong terwujudnya anggaran yang berperspektif gender;
e.  menyusun rencana kerja Pokja PUG setiap tahun;
f.   merumuskan rekomendasi kebijakan kepada Bupati/Walikota;
g.  memfasilitasi satuan kerja perangkat daerah atau unit kerja yang membidangi pendataan untuk menyusun data terpilah;
h.  melakukan pemantauan pelaksanaan PUG di masing-masing instansi;
i.    menetapkan tim teknis untuk melakukan analisis terhadap anggaran daerah;
j.    menyusun Rencana Aksi Daerah PUG di Kabupaten/Kota;
k.  mendorong dilaksanakannya pemilihan dan penetapan Focal Point di masing-masing satuan kerja perangkat daerah; dan
m.    melaporkan pelaksanaan PUG secara berkala kepada Bupati/Walikota melalui Wakil Bupati/Walikota.

Pasal 41
(1)    Untuk menjamin penyelenggaraan PUG di tingkat kabupaten/kota, di setiap satuan kerja perangkat daerah dibentuk Focal Point PUG.
(2)    Focal Point PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas:
a.  mempromosikan pengarusutamaan gender pada unit kerja;
b.  memfasilitasi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Rencana Kerja Pemerintah Daerah, Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah, Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan Rencana Kerja Anggaran  Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berperspektif gender;
c.  melaksanakan pelatihan, sosialisasi, advokasi pengarusutamaan gender kepada pegawai di lingkungan satuan kerja perangkat daerah;
d.  melaporkan pelaksanaan PUG kepada pimpinan satuan kerja perangkat daerah;
e.  mendorong pelaksanaan analisis gender terhadap kebijakan, program, dan kegiatan pada unit kerja; dan
f.   memfasilitasi penyusunan data terpilah pada setiap satuan kerja perangkat daerah.

Pasal 42
Focal Point PUG dipilih dan ditetapkan oleh Kepala/Pimpinan satuan kerja perangkat daerah.

Pasal 43
Pelaksanaan tugas Focal Point PUG dikoordinasikan oleh pejabat yang ada di setiap satuan kerja perangkat daerah.

Paragraf 4
Pembiayaan

Pasal 44
Pembiayaan penyelenggaraan PUG menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Pasal  45
(1)    Pembiayaan penyelenggaraan PUG di tingkat pusat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2)    Penyelenggaraan PUG di tingkat pusat dianggarkan melalui kementerian/lembaga.

Pasal 46
(1)  Pembiayaan penyelenggaraan PUG di tingkat daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi dan kabupaten/kota.
(2)  Penyelenggaraan PUG di tingkat daerah dianggarkan melalui satuan kerja perangkat daerah di provinsi dan kabupaten/kota.

Pasal 47
Selain pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dan Pasal 46, pembiayaan penyelenggaraan PUG dapat berasal dari pihak lain sepanjang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 5
Pemantauan dan Evaluasi

Pasal 48
Kegiatan pemantauan dilakukan selama proses perencanaan,  pelaksanaan, dan penganggaran PUG.

Pasal 49
(1)  Kegiatan evaluasi dilakukan secara berkala dengan menggunakan indikator keberhasilan penyelenggaraan PUG.
(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai indikator keberhasilan penyelenggaraan PUG diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 50
(1)  Pimpinan lembaga negara, pemerintah, dan pemerintah daerah, serta masyarakat wajib melaksanakan dan bertanggung jawab atas pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pengarusutamaan gender di lingkungannya.
(2)  Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mengetahui kemajuan dan hambatan dalam pelaksanaan kesetaraan gender yang dilakukan oleh lembaga negara, pemerintah, dan pemerintah daerah, serta masyarakat.
(3)  Masing-masing pimpinan bertanggung jawab atas hasil pemantauan dan evaluasi yang dilakukan dan hasilnya dapat diumumkan kepada masyarakat.
(4)  Hasil pemantauan dan evaluasi dapat disampaikan kepada Menteri untuk dilakukan analisis.

Pasal  51
Pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan PUG dilakukan sebelum penyusunan program atau kegiatan tahun berikutnya.

Pasal 52
Pimpinan instansi dan lembaga pemerintah di tingkat pusat bertanggungjawab melakukan pemantauan dan evaluasi internal terhadap penyelenggaraan PUG.


Pasal 53
(1)  Pimpinan instansi dan lembaga pemerintah di tingkat daerah bertanggungjawab melakukan pemantauan dan evaluasi internal terhadap penyelenggaraan PUG.
(2)  Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada setiap satuan kerja perangkat daerah secara berjenjang.

Pasal 54
(1)    Selain evaluasi internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dan Pasal 53  ayat (1) dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan PUG secara menyeluruh.
(2)    Evaluasi terhadap pelaksanaan PUG secara menyeluruh di tingkat pusat dilakukan oleh badan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perencanaan pembangunan nasional  berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, Rencana Kerja Pemerintah, Rencana Strategis Kementerian atau Lembaga, Rencana Kerja Kementerian atau Lembaga, dan Rencana Kerja Anggaran Kementerian atau Lembaga yang berperspektif gender.
(3)    Evaluasi terhadap pelaksanaan PUG secara menyeluruh di tingkat daerah dilakukan oleh badan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perencanaan pembangunan daerah berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Rencana Kerja Pemerintah Daerah, Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah, Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan Rencana Kerja Anggaran  Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berperspektif gender.

Pasal 55
Pelaksanaan evaluasi dapat dilakukan melalui kerjasama dengan perguruan tinggi, pusat kajian/studi wanita dan/atau gender, organisasi masyarakat sipil, dan/atau lembaga swadaya masyarakat.



Paragraf 6
Pelaporan

Pasal 56
(1)      Untuk mengetahuipencapaian serta menjamin efektifitas dan keberhasilan penyelenggaraan PUG, dilakukan pelaporan penyelenggaraan PUG secara berkala.
(2)      Pelaporan penyelenggaraan PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a.    pelaksana;
b.    hasil yang telah dicapai;
c.hambatan yang dihadapi;
d.    upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi hambatan; dan
e.    penggunaan anggaran.

Pasal 57
Mekanisme pelaporan pelaksanaan PUG di tingkat pusat, yaitu:
a.      focal point PUG melaporkan kepada Pokja PUG;
b.      pokja PUG melaporkan kepada pimpinan kementerian/lembaga masing-masing;
c.      pimpinan kementerian/lembaga masing-masing melaporkan kepada Menteri;
d.      Menteri melaporkan kepada Presiden.

Pasal 58
Mekanisme pelaporan pelaksanaan PUG di tingkat daerah, yaitu:
a.    focal point PUG melaporkan kepada Pokja PUG;
b.    Pokja PUG melaporkan kepada pimpinan satuan kerja perangkat daerah provinsi atau kabupaten/kota;
c.    pimpinan satuan kerja perangkat daerah provinsi dan kabupaten/kota melaporkan kepada gubernur atau bupati/walikota;
d.    gubernur atau bupati/walikota melaporkan kepada Menteri;
e.    Menteri melaporkan kepada Presiden.

Pasal 59
Presiden menerima pelaporan penyelenggaraan PUG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 dan Pasal 58 secara berkala setiap 6 (enam) bulan.

Pasal 60
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan penyelenggaraan PUG diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB V
DATA TERPILAH

Pasal 61
Penyusunan data terpilah merupakan bagian tidak terpisahkan dalam penyelenggaraan PUG.
Pasal 62
(1)    Data terpilah merupakan data yang dirinci menurut jenis kelamin.
(2)    Data terpilah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mengetahui posisi, kondisi, dan kebutuhan perempuan dan laki-laki dalam berbagai sektor dan bidang pembangunan.

BAB VI
ANGGARAN RESPONSIF GENDER

Pasal 63
(1)  ARG merupakan strategi PUG untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan anggaran pembangunan nasional.
(2)  ARGsebagaimana dimaksud pada ayat (1) diintegrasikan dalam penyusunan program, kegiatan dan anggaran kementerian/lembaga.

Pasal 64
ARG bertujuan untuk:
a.    mendorong keberpihakan anggaran terhadap perempuan dan anak;
b.    membangun kesadaran multipihak mengenai pentingnya mengintegrasikan analisis gender dalam penganggaran dan penilaian dampak anggaran;
c.    mendorong partisipasi dan keterwakilan perempuan dalam penyusunan, penetapan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan anggaran;
d.    membuat pemerintah transparan dan bertanggungjawab terhadap komitmen untuk mewujudkan PUG dalam pembangunan; dan
e.    mengubah kebijakan anggaran yang netral menjadi responsif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.

Pasal 65
(1)  ARG bersifat melekat pada struktur anggaran yang terdapat dalam Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga.
(2)  Penerapan ARG dalam Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan analisis gender.

BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 66
(1)  Setiap orang dapat berperan serta dalam upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.
(2)  Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dengan cara:
a.    memberikan informasi dan pengetahuan yang mendukung pengenalan dan pemahaman kesetaraan dan keadilan gender dalam lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, lingkungan kerja, dan kelompok sebaya;
b.    menyelenggarakan dan/atau mempublikasikan kegiatan yang dapat menunjang terwujudnyakesetaraan dan keadilan gender;
c.    melakukan kegiatan pengkajian, penelitian, pendidikan, pelatihan, pengembangan, pendampingan, dan/atau pendanaan yang berkaitan dengan kesetaraan dan keadilan gender;
d.    menyampaikan saran, pendapat, dan/atau informasi yang benar dan bertanggung jawab mengenai kesetaraan dan keadilan gender;
e.    terlibat dalam proses penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kesetaraan dan keadilan gender sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
f.     memantau program dan/atau kegiatan yang dilaksanakan oleh kementerian/lembaga dan/atau satuan kerja perangkat daerah;
g.    memberikan dukungan finansial dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender;dan
h.    menumbuhkan dan mengembangkan sikap tanggap dan kemampuan untuk menghapus diskriminasi.

BAB VIII
LARANGAN

Pasal 67
Setiap orang dilarangmelakukan perbuatan yang memiliki unsurpembedaan, pembatasan, dan/atau pengucilanatas dasar jenis kelamin tertentu.

Pasal 68
Setiap orang dilarangmelakukan segala bentuk kekerasanfisik dan/atau non-fisik atas dasar jenis kelamin tertentu.

Pasal 69
Setiap orang dilarang membuat tulisan dan/ataupernyataanyang merendahkan dan/atau melecehkan seseorang dan/atau kelompok berdasarkan jenis kelamin tertentuuntuk dipublikasikan.

BAB IX
KETENTUAN PIDANA

Pasal 70
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang memiliki unsurpembedaan,pembatasan, dan/atau pengucilan atas dasar jenis kelamin tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dipidana dengan pidana penjara paling lama () tahun dan pidana denda paling banyak Rp ().

Pasal 71
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan segala bentuk kekerasanfisik dan/atau non-fisik atas dasar jenis kelamin tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dipidanadengan pidana penjara paling lama … (…) tahun dan pidana denda paling banyak Rp… (…).
Pasal 72
Setiap orang yang dengan sengaja membuat tulisan dan/ataupernyataanyang merendahkan dan/atau melecehkan seseorang dan/atau kelompok berdasarkan jenis kelamin tertentuuntuk dipublikasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 dipidana dengan pidana penjara paling lama … (…) tahun dan pidana denda paling banyak Rp… (…).



BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 73
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, Rencana Kerja Pemerintah, Rencana Strategis Kementerian atau Lembaga, Rencana Kerja Kementerian atau Lembaga, dan Rencana Kerja Anggaran Kementerian atau Lembaga yang telah disusun tetap berjalan sampai jangka waktu perencanaan berakhir.

Pasal 74
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Rencana Kerja Pemerintah Daerah, Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah, Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan Rencana Kerja Anggaran  Satuan Kerja Perangkat Daerah yang telah disusun tetap berjalan sampai jangka waktu perencanaan berakhir.
Pasal 75
Program dan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan PUG  yang sedang berjalan tetap dilaksanakan sampai program dan kegiatan berakhir.

Pasal 76
Penyelenggara PUG, Pokja PUG, atau  focal point PUG tetap melaksanakan tugasnya sampai terbentuknya Penyelenggara PUG, Pokja PUG, atau  focal point PUG yang baru sesuai dengan  ketentuan Undang-Undang ini.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 77
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 78
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan berkaitan dengan kesetaraan dan keadilan gender dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 79
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

                                                                                   






Disahkan di Jakarta
                                                                                    pada tanggal

                                                                                    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,




SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal


MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,




PATRIALIS AKBAR



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR .....























PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
 NOMOR … TAHUN …
TENTANG
KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER

I.        UMUM
              Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyatakan bahwa tujuan bernegara adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Oleh karena itu,  setiap warga negara, baik perempuan dan laki-laki tanpa kecuali mempunyai tanggung jawab yang sama untuk melaksanakan tujuan tersebut. Salah satu bentuk tanggung jawab tersebut adalah dengan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 
            Untuk itu, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) telah menjamin persamaan kedudukan antara perempuan dan laki-laki. Implementasi dari ketentuan tersebut terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia  (UU HAM), yang secara khusus mengatur mengenai hak perempuan.
             Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women/CEDAW) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984.  Bersama 188 negara lainnya, Indonesia juga telah menyepakati Deklarasi dan Landasan Aksi Beijing atau Beijing Declaration and Platform for Action (BPFA)yang merupakan hasil Konperensi Perempuan se-Dunia ke IV di Beijing tahun 1995. Komitmen untuk meningkatkan kesetaraan dan keadilan gender juga tercantum dalam Tujuan Pembangunan Abad Milenium/ Millenium Development Goals (MDGs) yang dicanangkan oleh PBB dalam Millenium Summit yang diselenggarakan pada bulan September 2000.
Walaupun secara normatif UUD 1945 telah menjamin persamaan kedudukan setiap warga negara, baik perempuan maupun laki-laki dan Indonesia telah meratifikasi Konvensi Perempuan, namun sampai saat ini perempuan masih mengalami diskriminasi hampir di segala bidang kehidupan. Akibat perlakuan yang diskriminatif, perempuan belum memperoleh manfaat yang optimal dalam menikmati hasil pembangunan. Perempuan sebagai bagian dari proses pembangunan nasional, yaitu sebagai pelaku sekaligus pemanfaat hasil pembangunan, masih belum dapat memperoleh akses, berpartisipasi, dan memperoleh manfaat yang setara dengan laki-laki, terutama dalam proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan maupun dalam pelaksanaan pembangunan di semua bidang dan semua tingkatan.
           Oleh karena itu kualitas hidup perempuan perlu ditingkatkan, salah satunya melalui pengarusutamaan gender dalam setiap tahap pembangunan, termasuk dalam proses perencanaan dan perumusan kebijakan. Hal ini sangat diperlukan agar kepentingan perempuan dan laki-laki dapat tertampung secara seimbang sehingga pada akhirnya perempuan dan laki-laki dapat menikmati hasil pembangunan secara berimbang.
            Di Indonesia, pengarusutamaan gender sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam setiap aspek kehidupan ditetapkan melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Sebagai tindak lanjut, dikeluarkan Kepmendagri Nomor 132 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah yang kemudian diperbaharui dengan Permendagri Nomor 15 Tahun 2008.
             Mengingat hingga saat ini upaya pengarusutamaan gender dalam pembangunan masih menunjukkan kemajuan yang sangat lambat, dan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional sebagai dasar hukum implementasi pengarusutamaan gender tidak terdapat dalam tata urutan peraturan perundang-undangan, maka diperlukan sebuah undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai pengarusutamaan gender.
             Dalam undang-undang ini, pengarusutamaan gender sebagai sebuah strategi untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara perlu diimplementasikan dalam setiap tahap pembangunan yang meliputi perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik di pusat maupun di daerah. Oleh karena itu, implementasi pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan fungsional semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat pusat dan daerah. Termasuk di dalamnya adalah ketentuan yang mengatur mengenai anggaran yang responsif gender.
             Dalam penyelenggaraan pengarusutamaan gender, pembiayaan merupakan salah satu unsur yang penting. Pembiayaan penyelenggaraan pengarusutamaan gender menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Secara nasional, pembiayaan penyelenggaraan PUG diakomodasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Adapun di tingkat daerah pembiayaan pengarusutamaan gender diakomodasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
             Unsur lain yang penting dalam penyelenggaraaan pengarusutamaan gender adalah data terpilah. Dalam penyelenggaraan pengarusutamaan gender, data terpilah merupakan prasyarat bagi pembuat keputusan dalam merumuskan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan. Selain itu, undang-undang ini juga mengamanatkan pembentukan Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender (Pokja PUG) dan   Focal Point Pengarusutamaan Gender untuk menjamin agar pengarusutamaan gender dapat dilaksanakan secara maksimal.


II.      PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
            Cukup jelas.

Pasal 2
            Huruf a
                        Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan” adalah penyelenggaraan pengarusutamaan gender mencerminkan perlindungan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara secara proporsional.
            Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas persamaan substantif” adalah bahwa setiap kebijakan, sikap dan langkah-tindak dalam segala bidang kehidupan harus bertujuan memenuhi hak asasi manusia, merealisasi  pemenuhan kebutuhan hidup dan aspirasi yang berbeda antara perempuan dan laki-laki, yang disebabkan karena kodrat yang berbeda.
            Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas non-diskriminasi” adalah bahwa setiap kebijakan, sikap dan langkah-tindak dalam segala bidang kehidupan harus mencerminkan pengakuan, penghormatan dan pemajuan hak asasi manusia serta kesetaraan gender yang adil.
            Huruf d
                        Yang dimaksud dengan “asas manfaat” adalah penyelenggaraan pengarusutamaan gender memberikan manfaat yang sama bagi laki-laki dan perempuan.
            Huruf e
                        Yang dimaksud dengan “asas partisipatif” adalah penyelenggaraan pengarusutamaan gender memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan serta.
           
            Huruf f
                        Yang dimaksud dengan “asas transparansi dan akuntabilitas” adalah penyelenggaraan pengarusutamaan gender dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka.
Pasal 3
            Cukup jelas.

Pasal 4
Ayat (1)
            Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “tindakan khusus sementara(affirmative action) adalah hukum dan kebijakan yang mensyaratkan dikenakannya kepada kelompok tertentu pemberian kompensasi dan keistimewaan dalam kasus-kasus tertentu guna mencapai representasi yang lebih proporsional dalam berbagai institusi dan okupasi.
Tindakan khusus sementara dimaksudkan agar setiap orang mendapatkan kemudahan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan hak dan keadilan. Tindakan ini dapat diberhentikan apabila tujuan yang dimaksud telah dicapai. Salah satu bentuk tindakan khusus sementara yaitu pemberian kuota dalam jumlah tertentu bagi perempuan.

Pasal 5
            Cukup jelas.

Pasal 6
            Cukup jelas.

Pasal 7
            Cukup jelas.

Pasal 8
            Cukup jelas.

Pasal 9
            Cukup jelas.

Pasal 10
            Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
 Lembaga keuangan seperti bank, koperasi, danlembaga perkreditan.
Huruf c
Cukup jelas.

Pasal 11
            Cukup jelas.

Pasal 12
            Cukup jelas.

Pasal 13
            Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Bentuk kekerasan meliputi kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan seksual.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.

Pasal 14
            Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Ketentuan ini dimaksudkan agar tidak ada warga negara Indonesia yang tidak berkewarganegaraan (stateless).

Pasal 15
            Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Ayat (1)
            Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “mengintegrasikan” adalah tidak memisahkan anggaran responsif gender diluar seluruh anggaran kementerian atau lembaga. 

Pasal 22
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan metode Gender Analysis Pathway (Alur Kerja Analisis Gender) adalah salah satu pendekatan analisis gender yang terdiri dari 3 langkah utama, yaitu: analisis kebijakan responsif gender, perumusan kebijakan responsif gender, dan rencana aksi yang responsif gender.

Yang dimaksud dengan Problem Based Approach adalah salah satu pendekatan analisis gender terhadap kebijakan pembangunan dan proses penganggaran yang meliputi tahap: analisis masalah gender, pemeriksaan kebijakan, formulasi kebijakan, penyusunan rencana aksi dan kegiatan intervensi serta monitoring dan evaluasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Ayat (1)
            Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
                        Huruf b
Fungsi fasilitator antara lain memberikan bimbingan teknis sehingga perencanaan program dan kegiatan yang diajukan dari setiap lembaga negara, instansi, atau unit tersusun secara sistematis.
Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26
Cukup jelas.


Pasal 27
Ayat (1)
            Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
                        Huruf b
Fungsi fasilitator antara lain memberikan bimbingan teknis sehingga perencanaan program dan kegiatan yang diajukan dari setiap lembaga negara, instansi, atau unit tersusun secara sistematis.

Pasal 28
Yang dimaksud dengan “berperan aktif” adalah ikut terlibat secara langsung agar proses perencanaan PUG ditingkat daerah dapat berjalan secara efektif.

Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
Huruf a
Bentuk dan media promosi dapat melalui pamflet, website, buku saku, dan sebagainya agar materi PUG dapat dipahami secara komprehensif.
Huruf b
                                    Cukup jelas.
Huruf c
                                    Cukup jelas.
Huruf d
                                    Cukup jelas.
Huruf e
                                    Cukup jelas.
Huruf f
                                    Cukup jelas.
Huruf g
                                    Cukup jelas.
Huruf h
                                    Cukup jelas.
Huruf i
                                    Cukup jelas.


Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Bentuk dan media promosi dapat melalui pamflet, website, buku saku, dan sebagainya agar materi PUG dapat dipahami secara komprehensif.
                        Huruf b
                                                Cukup jelas.
Huruf c
                                                Cukup jelas.
Huruf d
                                                Cukup jelas.
Huruf e
                                                Cukup jelas.
Huruf f
                                                Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Cukup jelas.

Pasal 35
Huruf a
Bentuk dan media promosi dapat melalui pamflet, website, buku saku, dan sebagainya agar materi PUG dapat dipahami secara komprehensif.
Huruf b
                                    Cukup jelas.
Huruf c
                                    Cukup jelas.
Huruf d
                                    Cukup jelas.
Huruf e
                                    Cukup jelas.
Huruf f
                                    Cukup jelas.
Huruf g
                                    Cukup jelas.
Huruf h
            Cukup jelas.
Huruf i
            Cukup jelas.
Huruf j
            Cukup jelas.
Huruf k
            Cukup jelas.
Huruf l
            Cukup jelas.

Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Bentuk dan media promosi dapat melalui pamflet, website, buku saku, dan sebagainya agar materi PUG dapat dipahami secara komprehensif.
Huruf b
                                                Cukup jelas.
Huruf c
            Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
            Cukup jelas.
Huruf f
            Cukup jelas.

Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40
Huruf a
Bentuk dan media promosi dapat melalui pamflet, website, buku saku, dan sebagainya agar materi PUG dapat dipahami secara komprehensif.
Huruf b
                                    Cukup jelas.
Huruf c
                                    Cukup jelas.
Huruf d
                                    Cukup jelas.
Huruf e
                                    Cukup jelas.
Huruf f
                                    Cukup jelas.
Huruf g
            Cukup jelas.
Huruf h
            Cukup jelas.
Huruf i
            Cukup jelas.
Huruf j
            Cukup jelas.
Huruf k
            Cukup jelas.
Huruf l
            Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.

Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Bentuk dan media promosi dapat melalui pamflet, website, buku saku, dan sebagainya agar materi PUG dapat dipahami secara komprehensif.
                        Huruf b
                                                Cukup jelas.
Huruf c
                                                Cukup jelas.

Huruf d
                        Cukup jelas.
Huruf e
                        Cukup jelas.
Huruf f
                        Cukup jelas.

Pasal 42
Cukup jelas.

Pasal 43
Cukup jelas.

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47
Pembiayaan dari pihak lain merupakan pembiayaan yang berasal dari pihak di luar Pemerintah, antara lain yang diberikan melalui hibah atau sumbangan yang tidak memiliki konsekuensi timbal balik bagi yang memberikan hibah atau sumbangan tersebut.

Pasal 48
Cukup jelas.

Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 50
Cukup jelas.

Pasal 51
Cukup jelas.

Pasal 52
Cukup jelas.

Pasal 53
Cukup jelas.

Pasal 54
Cukup jelas.

Pasal 55
Cukup jelas.

Pasal 56
Cukup jelas.

Pasal 57
Cukup jelas.

Pasal 58
Cukup jelas.

Pasal 60
Cukup jelas.

Pasal 61
Cukup jelas.

Pasal 62
Ayat (1)
Data terpilah dapat berupa data kuantitatif atau data  kualitatif. Contoh data terpilah antara lain data yang menggambarkan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat.
Ayat (2)
                        Cukup jelas.

Pasal 63
Cukup jelas.

Pasal 64
Cukup jelas.

Pasal 65
Cukup jelas.

Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Informasi dan pengetahuan yang mendukung pengenalan dan pemahaman kesetaraan dan keadilan gender diberikan sejak usia dini.
Huruf b
                                                Cukup jelas.
Huruf c
                        Cukup jelas.
Huruf d
                        Cukup jelas.
Huruf e
                        Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
            Huruf g
Pemberian dukungan finansial antara lain melalui corporate social responsibilty.
Huruf h
                        Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.

Pasal 68
Cukup jelas.

Pasal 69
Cukup jelas.

Pasal 70
Cukup jelas.

Pasal 71
Cukup jelas.

Pasal 72
Cukup jelas.

Pasal 73
Cukup jelas.

Pasal 74
Cukup jelas.

Pasal 75
Cukup jelas.

Pasal 76
Cukup jelas.

Pasal 77
Cukup jelas.

Pasal 78
Cukup jelas.

Pasal 79
Cukup jelas.


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN ... NOMOR ...




0 komentar:

Posting Komentar