KASTRAT BEM FIK UI, DEPOK -Sore tadi Selasa, 10 April 2012, Kami dari tim Kajian Strategis (Kastrat) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI) bertolak menuju Perpustakaan pusat Universitas Indonesia. Tepatnya di Aula Perpustakaan Lt.6 UI untuk menghadiri undangan dari Kastrat Nuansa Islam Mahasiswa Universitas Indonesia (SALAM UI). Kastrat SALAM UI mengundang kami dalam diskusi publik yang bertema “Membedah Rancangan Undang-Undang Keadilan dan Kesetaraan Gender”. Diskusi publik ini menghadirkan pembicara-pembicara yang berkompeten di bidangnya. Pembicara diskusi diantaranya dari Komisi VIII DPR RI, Ibu Ledia Hanifa Amalia, S. Si, Dosen Fakultas Hukum UI, Bapak Heru Susetyo, SH., LLM., Msi. Dan dari INSISTS Bapak Henri Shalahuddin, MA.
Diskusi publik ini merupakan salah satu serangkaian program kerja dari Kastrat SALAM UI 2012. Dalam menghadiri Diskusi Publik kami dari tim Kastrat FIK UI, yaitu Moh. Hamilun Ni’am, Muhammad Taufik, dan Aida Alawiyah. Selain kami tim Kastrat FIK UI 2012 turut hadir Ketua BEM FIK UI 2012, Amalul Fadly Hasibuan serta teman kami dari FIK UI, Ahmad Hifni Bik dan Mustafidz.
Tepat pukul 15.30 WIB, kami sampai di Aula Perpustakaan Lt.6 UI. Kami melakukan registrasi dan duduk berpencar untuk bersilaturrahmi dengan teman-teman dari Fakultas lain. Sambil menunggu dimulainya diskusi, kami berkenalan dengan teman-teman yang hadir dalam acara ini diantaranya dari Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam (FMIPA UI), FISIP UI, FH, FT, F. Psiko, FIB, FKM, bahkan dari kampus lain UNJ dan MIUMI (Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia.
Acara dimulai tepat pukul 16.00 WIB yang di buka oleh Master of Ceremony (MC) mahasiswa FH UI angkatan 2010. Acara dimulai dengan membaca doa dan dilanjutkan dengan pembacaan tilawah oleh Akh Agung dari FKM 2010. Selanjutnya acara di pandu oleh moderator saudara Adnan Mubarak (FH 2010). Moderator membacakan CV para pembicara dan langsung memulai penyajian oleh pembicara pertama Bapak Heru Susetyo, SH., LLM., Msi. Dalam penyajiannya Dosen Fakultas Hukum UI, Heru Susetyo mengatakan, kaum perempuan juga bisa melakukan diskriminasi terhadap kelompok masyarakat lainnya. Sehingga, pembahasan RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender dipandang abu-abu.
"Diskriminasi tidak melulu dilakukan kepada perempuan". Bahkan perempuan bisa jadi menjadi subyek penindas bagi laki-laki, atau bahkan penindasan bagi perempuan yang lain," sebut Heru.
Selanjutnya pemaparan dari Anggota Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa secara gamblang menjelaskan perkembangan pembahasan Draft RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) di DPR. Ledia mengatakan, Draft RUU KKG resmi diserahkan dari Deputi Perundang-undangan DPR RI ke Komisi VIII DPR RI pada Agustus 2011 lalu. Tapi, tahap pembahasan ini baru mencapai setengah dari alur Pembahasan hingga Penyusunan Rancangan UU.
"Masih mungkin akan banyak berubah karena dikaji berdasar masukan baik oleh pemerintah maupun elemen masyarakat," ujar Ledia.
Ketua DPP PKS Bidang Kewanitaan itu menjelaskan, peraturan perundangan di Indonesia terkait hak perempuan, sudah mencakup banyak bidang. Permasalahnya ada pada implementasi di lapangan dan penyelenggaraan negara. Jadi, bukan berarti jika RUU ini selesai akan langsung memberikan dampak pada masyarakat, khususnya perempuan.
"Namun, masukan untuk legislasi RUU ini masih sangat terbuka untuk masukan masyarakat, termasuk mahasiswa," tuturnya.
Di kesempatan yang sama, Ketua Salam Universitas Indonesia, Yosep Saeful Gunawan memaparkan Launching lembaga Sentra Muslimah Cendikia (SMC). "Sebagai follow-up dari Kajian Publik ini, SALAM UI akan segera mengkaji dan mengeluarkan pernyataan, rekomendasi terhadap draft RUU KKG ini," ungkap Yosep.
Akhirnya sekitar pukul 18.00 WIB acara selesai, yang ditutup oleh doa dan penyerahan plakat oleh ketua SALAM UI akh Yosep Saeful Gunawan kepada pembicara. Kami bertolak menuju kampus Faculty of Nursing University of Indonesia dengan rasa senang. Karena dalam diskusi publik ini kami mendapatkan banyak pengetahuan yang sebelumnya kami tidak mengetahuinya. Demikian kunjungan kami dalam Diskusi Publik hari ini. Akhir kata sambut salam hangat kami pasukan KASTRAT FIK UI 2012.
“HIDUP MAHASISWA ! HIDUP RAKYAT INDONESIA !.
Reporter: I’am FIK UI 2011
Berikut Draft RUU KKG:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN …
TENTANG
KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :a. bahwa
negara menjamin hak setiap orang untukbebas dari perlakuan diskriminatif atas
dasar apapun dan untuk mendapatkan pelindungan dari perlakuan diskriminatif
sebagaimana diamanatkanUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
b. bahwa masih
terdapat diskriminasi atas
dasar jenis kelamin tertentu sehingga kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di
Indonesia belum mencerminkan kesetaraan dan keadilan gender;
c. bahwa kesetaraan gender yang ditujukanuntuk mencapai
keadilan gender belum diatur secara komprehensif sehingga belum menjamin
kepastian hukum;
d. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf
c perlu membentuk Undang-Undang tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender;
Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN
GENDER.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Gender adalah pembedaan peran dan tanggung jawab
laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya yang
sifatnya tidak tetap dan dapat dipelajari, serta dapat dipertukarkan menurut
waktu, tempat, dan budaya tertentu dari satu jenis kelamin ke jenis kelamin
lainnya.
2.
Kesetaraan Gender
adalah kesamaan kondisi dan
posisi bagi perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan kesempatan mengakses,
berpartisipasi, mengontrol, dan memperoleh manfaat pembangunan di semua bidang
kehidupan.
3.
Keadilan Gender adalah suatu keadaan dan
perlakuan yang menggambarkan adanya
persamaan hak dan kewajiban perempuan dan laki-laki sebagai individu, anggota
keluarga, masyarakat dan warga negara.
4.
Diskriminasi adalah
segala bentuk pembedaan, pengucilan, atau pembatasan, dan segala bentuk
kekerasanyang dibuat atas dasar jenis kelamin tertentu, yang mempunyai pengaruh atau tujuan
untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan manfaat, atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasanpokok
di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau bidang lainnya, terlepas
dari status perkawinan, atas dasar persamaan hak antara perempuan dan laki-laki.
5. Pengarusutamaan Gender yang selanjutnya disingkat PUG adalah suatu
strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi
integral dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas
kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan.
6. Analisis Gender adalah perangkat untuk mengidentifikasi dan
menganalisis kondisi dan posisi laki-laki dan perempuan dalam memperoleh
kesempatan untuk memperoleh akses, berpartisipasi, mengontrol, dan memperoleh
manfaat pembangunan sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
7. Focal
Point Pengarusutamaan Gender yang selanjutnya
disebut Focal Point PUG adalah aparat
pemerintah baik perorangan maupun kelompok yang mempunyai kemampuan dan
berperan aktif mendorong pengarusutamaan gender di instansi dan/atau lembaga.
8. Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender yang selanjutnya disebut
Pokja PUG adalah media konsultasi bagi pelaksana dan penggerak pengarusutamaan
gender dari berbagai instansi dan/atau lembaga.
9. Anggaran
Responsif Gender yang selanjutnya disingkat ARG adalahpenganggaran yang
meliputi perencanaan, alokasi
anggaran, restrukturisasi
pendapatan, dan pengeluaran untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender
melalui pemenuhan hak dasar laki-laki dan perempuan.
10. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
11. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
12. Menteri adalah menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Kesetaraan
dan keadilan gender dilaksanakan berdasarkan asas:
a. kemanusiaan;
b. persamaansubstantif;
c. non-diskriminasi;
d. manfaat;
e. partisipatif; dan
f. transparansi dan
akuntabilitas.
Pasal 3
Kesetaraan dan keadilan gender
bertujuan:
a. mewujudkan kesamaan
untuk memperoleh akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat antara perempuan dan laki-laki dalam semua
bidang kehidupan; dan
b. mewujudkan kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang setara dan adil.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama
Hak
Pasal 4
(1) Dalam bidang politik dan pemerintahan, setiap orang
berhak:
- memilih dan dipilih;
- berpartisipasi dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan;
- memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan; dan
- berpartisipasi dalam organisasi dan perkumpulan non-pemerintah yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan politik negara.
(2) Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perempuan
berhak memperoleh
tindakan khusus sementara paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus) dalam hal keterwakilan di legislatif,
eksekutif, yudikatif, dan berbagai lembaga pemerintahan non-kementerian,
lembaga politik dan lembaga non-pemerintah, lembaga
masyarakat di tingkat daerah, nasional, regional dan internasional.
Pasal 5
Dalam bidang
kewarganegaraan, setiap orang berhak:
a.
memperoleh, mengubah,
atau mempertahankan kewarganegaraan; dan
b.
memperoleh persamaan
dalam menentukan kewarganegaraan anak dari hasil perkawinan.
Pasal 6
Dalam bidang
pendidikan, setiap orang berhak:
a.
memperoleh pendidikan
di semua bidang dan jenjang pendidikan; dan
b.
mendapatkan beasiswa dan
bantuan pendidikan lainnya.
Pasal 7
Dalam bidang
komunikasi dan informasi, setiap orang berhak:
a. berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya; dan
b. mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 8
Dalam bidang
ketenagakerjaan, setiap orang berhak:
a. bekerja di semua bidang pekerjaan;
b. memperoleh kesempatan dalam mengikuti pendidikan dan
latihan kerja serta promosi jabatan yang setara;
c. menerima
fasilitas, upah, dan tunjangan yang setara; dan
d. mendapatkan jaminan sosial, perlindungan kesehatan,
dan keselamatan kerja.
Pasal 9
Dalam bidang kesehatan dan keluarga berencana, setiap orang berhak:
a. memperoleh
pelayanan dan jaminan kesehatan, serta pelayanan keluarga berencana; dan
b.
memperoleh jaminan
untuk mendapatkan pelayanan yang layak berkaitan dengan kehamilan, persalinan,
dan pasca-persalinan.
Pasal 10
Dalam bidang ekonomi, setiap orang berhak:
a.
memperoleh jaminan sosial;
b. memperoleh akses dan kemudahan atas pinjaman dari lembaga
keuangan; dan
c. memiliki hak milik pribadi yang tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.
Pasal 11
Dalam bidang hukum,
setiap orang berhak:
a. mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang setara dan adil; dan
b. mendapatkankedudukan, kesamaan, dan perlakuan yang setara
dan adil di hadapan hukum.
Pasal 12
Dalam perkawinan,
setiap orang berhak:
a. memasuki jenjang perkawinan dan memilih suami atau isteri
secara bebas;
b. memiliki relasi yang setara antara suami dan isteri;
c. atas peran yang sama sebagai orangtua dalam urusan yang
berhubungan dengan anak;
d. menentukan secara bebas dan bertanggung jawab jumlah anak
dan jarak kelahiran;
e. atas perwalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
pengangkatan anak; dan
f. atas pemilikan,perolehan, pengelolaan, pemanfaatan,
pemindahtanganan beserta pengadministrasianharta benda.
Pasal 13
Untuk bebas dari
ancaman, diskriminasi, dan kekerasan, setiap orang berhak:
a.
atas rasa aman dan mendapatkan pelindungan
dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu;
b.
mendapatkan pelindungan dari kekerasan;
c.
mendapatkan pelindungan dariperlakuan yang merendahkan martabat manusia; dan
d.
mendapatkan pelindungan dari perlakuan diskriminatif.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 14
Negara berkewajiban untuk:
a.
melindungi setiap
orang dari segala bentuk diskriminasi;
b.
mewujudkan kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
yang setara dan adil.
c.
menjamin
terlaksananya upaya penghapusan diskriminasi dalam bidang hukum, politik,
sosial, ekonomi dan budaya;
d.
membentuk peraturan perundang-undangan
dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya untuk menjamin kesetaraan dan
keadilan gender.
e.
menyusun tindakan khusus
sementarauntukmewujudkan kesamaan dalam memperoleh
akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat
pembangunan antara perempuan dan laki-laki di semua bidang kehidupan;
f.
menyusun dan
melaksanakan kebijakan yang tepat untuk mengubah perilaku sosial dan budaya
yang tidak mendukung kesetaraan dan keadilan gender; dan
g.
Memberikan jaminan terhadap status kewarganegaraan perempuan agar tidak berubah
secara otomatis sebagai akibat dari perkawinan dengan orang asing.
Pasal 15
Setiap warga negara berkewajiban
untuk:
a.
mencegah
terjadinya
kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan yang merendahkan martabat
manusia;
b.
memberikan
informasi yang benar dan bertanggung jawab kepada pihak yang berwenang jika
mengetahui terjadinya kekerasan, diskriminasi, dan
perlakuan yang merendahkan martabat manusia;
c.
melakukan upaya
pelindungan korban kekerasan, diskriminasi, dan
perlakuan yang merendahkan martabat manusia;
d.
menanamkan
nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender kepada anak sejak usia dini dalam
keluarga;
e.
membangun relasi yang setara antara perempuan dan laki-laki; dan
f.
memenuhi tanggung jawab yang sama sebagai orangtua dalam urusan yang
berhubungan dengan anak.
BAB IV
PENGARUSUTAMAAN
GENDER
Bagian Pertama
Penyelenggara
Pasal 16
PUG diselenggarakan oleh semua
instansi dan lembaga pemerintah di tingkat pusat dan daerah.
Pasal 17
Penyelenggara PUG terdiri dari:
a.
Menteri
b.
Kepala Lembaga Pemerintah Non-Kementerian;
c.
Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara;
d.
Panglima Tentara Nasional Indonesia;
e.
Kepala Kepolisian Repulik Indonesia;
f.
Jaksa Agung Republik Indonesia;
g.
Gubernur;
h.
Bupati/Walikota.
Pasal 18
Penyelenggara PUG mempunyai tugas:
a.
menyusun mekanisme internal PUG;
b.
membentuk unit kerja dan menunjuk
penanggung jawab PUG di lingkungan kerjanya;
c.
menyusun uraian kerja dan menetapkan
langkah-langkah yang diperlukan dalam pelaksanaan PUG;
d.
melaksanakan koordinasi internal yang
berkaitan dengan bidang tugasnya untuk menjamin terlaksananya PUG;
e.
memberikan bantuan teknis kepada
pihak-pihak yang membutuhkan dalam bentuk penyediaan data dan informasi,
pelatihan dan konsultasi yang berkaitan dengan bidang tugas, fungsi, dan
kewenangannya.
Pasal 19
Pimpinan kementerian/lembaga atau
satuan kerja perangkat daerah yang tidak melaksanakan tugas dan tanggung
jawab dikenai sanksi administratif
tindakan disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian
Kedua
Penyelenggaraan
Paragraf 1
Umum
Pasal 20
Penyelenggaraan PUG meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembiayaan, pemantauan dan
evaluasi, serta pelaporan.
Paragraf
2
Perencanaan
Pasal 21
(1)
Perencanaan PUG dilakukan melalui
analisis gender berdasarkan data terpilah.
(2) Perencanaan
PUG dilakukan dengan mengintregasikan anggaran responsif gender.
Pasal 22
(1)
Analisis gender sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (1) dapat menggunakan metode Gender Analysis Pathway (Alur Kerja Analisis Gender), Problem Based Approach dan/atau metode
lainnya.
(2)
Biaya untuk melakukan analisis gender
dibebankan pada masing-masing kementerian/lembaga atau satuan kerja perangkat
daerah.
Pasal 23
PUG
dalam perencanaan pembangunan nasional dilakukan melalui proses penyusunan
dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, Rencana Kerja Pemerintah,
Rencana Strategis Kementerian atau Lembaga, Rencana Kerja Kementerian atau
Lembaga, dan Rencana Kerja Anggaran Kementerian atau Lembaga yang berperspektif
gender.
Pasal 24
(1)
Perencanaan PUG di tingkat pusat
dikoordinasikan oleh Kementerian Negara yang yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perencanaan
pembangunan nasional.
(2)
Institusi perencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai:
a.
koordinator usulan perencanaan dari
setiap lembaga negara, instansi, atau unit yang mengajukan perencanaan untuk
dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan
Belanja Negara; dan
b.
fasilitator dari setiap lembaga
negara, instansi, atau unit yang mengajukan perencanaan program dan kegiatan.
Pasal 25
Menteri
berperan aktif dalam mengikuti proses perencanaan PUG di tingkat pusat.
Pasal 26
PUG dalam perencanaan
pembangunan daerah dilakukan melalui
proses penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Rencana
Kerja Pemerintah Daerah, Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah,
Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berperspektif
gender.
Pasal 27
(1)
Perencanaan PUG di tingkat daerah
dikoordinasikan oleh badan yang lingkup
tugas dan tanggung jawabnya di bidang perencanaan pembangunan daerah.
(2)
Institusi perencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai:
- koordinator usulan perencanaan dari setiap lembaga, instansi, atau unit di daerah yang mengajukan perencanaan untuk dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah;
- fasilitator dari setiap lembaga, instansi, atau unit di daerah yang mengajukan perencanaan program dan kegiatan.
Pasal 28
Instansi
yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pemberdayaan perempuan
berperan aktif dalam mengikuti proses perencanaan PUG di tingkat daerah.
Paragraf
3
Pelaksanaan
Pasal 29
(1)
Seluruh kementerian dan lembaga negara bertanggungjawab
melaksanakan PUG di instansinya masing-masing.
(2)
Untuk menjamin agar seluruh kementerian dan lembaga
negara melaksanakan PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk Pokja PUG.
(3)
Pokja PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
beranggotakan wakil dari seluruh kementerian dan lembaga negara.
(4)
Struktur Pokja PUG di tingkat pusat terdiri atas:
- Penanggung jawab adalah Wakil Presiden;
- Ketua adalah menteri negara yang yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perencanaan pembangunan nasional; dan
- Sekretaris adalah Menteri.
Pasal 30
Pokja PUG
Pusat mempunyai tugas:
a.
mempromosikan dan
memfasilitasi PUG di masing-masing kementerian/lembaga;
b.
melaksanakan sosialisasi
dan advokasi PUG kepada pegawai di lingkungan kementerian/lembaga;
c.
menyusun program dan rencana kerja setiap tahun;
d.
mendorong terwujudnya anggaran responsif gender;
e.
merumuskan rekomendasi kebijakan kepada pimpinan
kementerian/lembaga;
f.
melakukan pemantauan pelaksanaan PUG di masing-masing instansi;
g.
menetapkan tim teknis
untuk melakukan analisis terhadap anggaran kementerian/lembaga;
h.
mendorong dilaksanakannya
pemilihan dan penetapan Focal Point
PUG di masing-masing kementerian/lembaga; dan
i.
melaporkan pelaksanaan
tugas secara berkala kepada pimpinan kementerian/lembaga.
Pasal 31
(1)
Untuk menjamin penyelenggaraan PUG di
tingkat pusat, dibentuk Focal Point PUG
di setiap kementerian/lembaga.
(2)
Focal
Point
PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas:
a. mempromosikan
pengarusutamaan gender pada unit kerja;
b. memfasilitasi
penyusunan Rencana Strategis Kementerian atau Lembaga, Rencana Kerja
Kementerian atau Lembaga, dan Rencana Kerja Anggaran Kementerian atau Lembaga
yang berperspektif gender;
c.
melaksanakan pelatihan, sosialisasi, advokasi pengarusutamaan gender
kepada pegawai di lingkungan
kementerian/lembaga;
d.
melaporkan pelaksanaan PUG kepada pimpinan kementerian/lembaga;
e.
mendorong pelaksanaan analisis gender terhadap kebijakan, program, dan
kegiatan pada unit kerja; dan
f.
memfasilitasi penyusunan data terpilah pada setiap kementerian/lembaga.
Pasal 32
Focal Point PUG dipilih dan ditetapkan oleh Kepala/Pimpinan kementerian/lembaga.
Pasal 33
Pelaksanaan tugas Focal Point PUG
dikoordinasikan oleh pejabat yang ada di setiap kementerian/lembaga.
Pasal 34
(1)
Gubernur bertanggungjawab melaksanakan PUG dengan dibantu
oleh wakil Gubernur.
(2)
Untuk menjamin agar seluruh satuan kerja perangkat daerah melaksanakan PUG,
Gubernur menetapkan Badan/Dinas yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya meliputi bidang pemberdayaan perempuan
(3)
Dalam upaya percepatan pelembagaan PUG di seluruh SKPD provinsi, dibentuk
Pokja PUG Provinsi.
(4)
Pokja PUG Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
beranggotakan wakil dari seluruh satuan kerja perangkat daerah di Provinsi.
(5)
Struktur Pokja PUG provinsi terdiri atas:
- Penanggung jawab adalah Wakil Gubernur;
- Ketua adalah kepala badan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perencanaan pembangunan daerah; dan
- Kepala Sekretariat Pokja PUG Provinsi adalah Kepala Badan/Dinas yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pemberdayaan perempuan.
Pasal 35
Pokja PUG Provinsi bertugas:
a.
mempromosikan dan memfasilitasi PUG di masing-masing satuan kerja perangkat
daerah;
b.
melaksanakan sosialisasi dan advokasi PUG kepada pegawai di lingkungan Pemerintah
Provinsi;
c.
menyusun program dan rencana kerja setiap tahun;
d.
mendorong terwujudnya anggaran responsif gender;
e.
menyusun rencana kerja Pokja PUG setiap tahun;
f.
merumuskan rekomendasi kebijakan kepada Gubernur;
g.
memfasilitasi satuan kerja perangkat daerah atau unit kerja yang membidangi
pendataan untuk menyusun data terpilah;
h.
melakukan pemantauan pelaksanaan PUG di masing-masing instansi;
i.
menetapkan tim teknis untuk melakukan analisis terhadap anggaran daerah;
j.
menyusun Rencana Aksi Daerah PUG Provinsi;
k.
mendorong dilaksanakannya pemilihan dan penetapan Focal Point di masing-masing satuan kerja
perangkat daerah; dan
l.
melaporkan pelaksanaan PUG secara berkala kepada Gubernur melalui Wakil
Gubernur.
Pasal 36
(1)
Untuk menjamin penyelenggaraan PUG di
tingkat provinsi, dibentuk Focal Point PUG
di setiap satuan kerja perangkat daerah.
(2)
Focal Point PUG sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bertugas :
a.
mempromosikan pengarusutamaan gender pada unit kerja;
b.
memfasilitasi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Rencana Kerja
Pemerintah Daerah, Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah, Rencana
Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berperspektif gender;
c.
melaksanakan pelatihan, sosialisasi, advokasi pengarusutamaan gender kepada
pegawai di lingkungan satuan kerja perangkat daerah;
d.
melaporkan pelaksanaan PUG kepada pimpinan satuan kerja perangkat daerah;
e.
mendorong pelaksanaan analisis gender terhadap kebijakan, program, dan
kegiatan pada unit kerja; dan
f.
memfasilitasi penyusunan data terpilah pada setiap satuan kerja perangkat
daerah.
Pasal 37
Focal Point PUG dipilih dan ditetapkan oleh Kepala/Pimpinan satuan kerja perangkat daerah.
Pasal 38
Pelaksanaan tugas Focal Point PUG dikoordinasikan oleh pejabat yang ada di
setiap satuan kerja perangkat daerah.
Pasal 39
(1) Bupati/Walikota bertanggung jawab melaksanakan PUG dengan
dibantu Wakil Bupati/Walikota.
(2) Untuk menjamin agar seluruh satuan kerja perangkat daerah
melaksanakan PUG, Bupati/Walikota menetapkan Badan/Dinas yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
bidangpemberdayaan perempuan.
(3) Dalam upaya percepatan pelembagaan PUG di seluruh satuan kerja perangkat
daerah kabupaten/kota, dibentuk Pokja PUG Kabupaten/Kota.
(4) Pokja PUG
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) beranggotakan wakil dari
seluruh satuan kerja perangkat daerah di Kabupaten/Kota.
(5) Struktur Pokja PUG Kabupaten/Kota terdiri atas:
a. Ketua Pokja PUG Kabupaten/Kota adalah kepala badan yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang
perencanaan pembangunan daerah;
b. Kepala Sekretariat Pokja PUG Kabupaten/Kota adalah Kepala
Badan/Dinas yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang pemberdayaan
perempuan.
Pasal 40
Pokja PUG Kabupaten/Kota bertugas:
a.
mempromosikan dan memfasilitasi PUG di masing-masing satuan kerja perangkat
daerah;
b.
melaksanakan sosialisasi dan advokasi PUG kepada Camat dan Kepala
Desa/Lurah;
c.
menyusun program kerja setiap tahun;
d.
mendorong terwujudnya anggaran yang berperspektif gender;
e.
menyusun rencana kerja Pokja PUG setiap tahun;
f.
merumuskan rekomendasi kebijakan kepada Bupati/Walikota;
g.
memfasilitasi satuan kerja perangkat daerah atau unit kerja yang membidangi
pendataan untuk menyusun data terpilah;
h.
melakukan pemantauan pelaksanaan PUG di masing-masing instansi;
i.
menetapkan tim teknis untuk melakukan analisis terhadap anggaran daerah;
j.
menyusun Rencana Aksi Daerah PUG di Kabupaten/Kota;
k.
mendorong dilaksanakannya pemilihan dan penetapan Focal Point di masing-masing satuan kerja
perangkat daerah; dan
m.
melaporkan pelaksanaan PUG secara
berkala kepada Bupati/Walikota melalui Wakil Bupati/Walikota.
Pasal
41
(1)
Untuk menjamin penyelenggaraan PUG di
tingkat kabupaten/kota, di setiap satuan kerja perangkat daerah dibentuk Focal Point PUG.
(2)
Focal Point PUG sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bertugas:
a.
mempromosikan pengarusutamaan gender pada unit kerja;
b.
memfasilitasi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Rencana Kerja
Pemerintah Daerah, Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah, Rencana
Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berperspektif gender;
c.
melaksanakan pelatihan, sosialisasi, advokasi pengarusutamaan gender kepada
pegawai di lingkungan satuan kerja perangkat daerah;
d.
melaporkan pelaksanaan PUG kepada pimpinan satuan kerja perangkat daerah;
e.
mendorong pelaksanaan analisis gender terhadap kebijakan, program, dan
kegiatan pada unit kerja; dan
f.
memfasilitasi penyusunan data terpilah pada setiap satuan kerja perangkat
daerah.
Pasal 42
Focal Point PUG dipilih dan ditetapkan oleh Kepala/Pimpinan satuan kerja perangkat daerah.
Pasal 43
Pelaksanaan tugas Focal Point PUG
dikoordinasikan oleh pejabat yang ada di setiap satuan kerja perangkat daerah.
Paragraf 4
Pembiayaan
Pasal 44
Pembiayaan
penyelenggaraan PUG menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah
daerah.
Pasal 45
(1)
Pembiayaan penyelenggaraan PUG di
tingkat pusat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2)
Penyelenggaraan PUG di tingkat pusat
dianggarkan melalui kementerian/lembaga.
Pasal 46
(1) Pembiayaan
penyelenggaraan PUG di tingkat daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah provinsi dan kabupaten/kota.
(2) Penyelenggaraan
PUG di tingkat daerah dianggarkan melalui satuan kerja perangkat daerah di
provinsi dan kabupaten/kota.
Pasal 47
Selain pembiayaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 dan Pasal 46,
pembiayaan penyelenggaraan PUG dapat berasal dari pihak lain sepanjang
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 5
Pemantauan dan Evaluasi
Pasal 48
Kegiatan
pemantauan dilakukan selama proses perencanaan,
pelaksanaan, dan penganggaran PUG.
Pasal 49
(1) Kegiatan
evaluasi dilakukan secara berkala dengan menggunakan indikator keberhasilan penyelenggaraan PUG.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikator
keberhasilan penyelenggaraan PUG diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 50
(1)
Pimpinan lembaga negara, pemerintah,
dan pemerintah daerah, serta masyarakat wajib melaksanakan dan bertanggung
jawab atas pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pengarusutamaan gender
di lingkungannya.
(2)
Pemantauan dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mengetahui kemajuan dan hambatan
dalam pelaksanaan kesetaraan gender yang dilakukan oleh lembaga negara, pemerintah,
dan pemerintah daerah, serta masyarakat.
(3)
Masing-masing pimpinan bertanggung
jawab atas hasil pemantauan dan evaluasi yang dilakukan dan hasilnya dapat
diumumkan kepada masyarakat.
(4)
Hasil pemantauan dan evaluasi dapat
disampaikan kepada Menteri untuk dilakukan analisis.
Pasal 51
Pemantauan dan evaluasi
penyelenggaraan PUG dilakukan sebelum penyusunan program atau kegiatan tahun
berikutnya.
Pasal 52
Pimpinan instansi dan lembaga
pemerintah di tingkat pusat bertanggungjawab melakukan pemantauan dan evaluasi
internal terhadap penyelenggaraan PUG.
Pasal
53
(1) Pimpinan instansi dan lembaga pemerintah di tingkat
daerah bertanggungjawab melakukan pemantauan dan evaluasi internal terhadap
penyelenggaraan PUG.
(2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan pada setiap satuan kerja perangkat daerah secara berjenjang.
Pasal 54
(1)
Selain evaluasi internal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 dan Pasal 53 ayat (1) dilakukan evaluasi terhadap
pelaksanaan PUG secara menyeluruh.
(2)
Evaluasi terhadap pelaksanaan PUG
secara menyeluruh di tingkat pusat dilakukan oleh badan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perencanaan
pembangunan nasional berdasarkan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional, Rencana Kerja Pemerintah, Rencana
Strategis Kementerian atau Lembaga, Rencana Kerja Kementerian atau Lembaga, dan
Rencana Kerja Anggaran Kementerian atau Lembaga yang berperspektif gender.
(3)
Evaluasi terhadap pelaksanaan PUG
secara menyeluruh di tingkat daerah dilakukan oleh badan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya
di bidang perencanaan pembangunan daerah berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah, Rencana Kerja Pemerintah Daerah, Rencana Strategis Satuan
Kerja Perangkat Daerah, Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan
Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang berperspektif gender.
Pasal 55
Pelaksanaan evaluasi
dapat dilakukan melalui kerjasama dengan perguruan tinggi, pusat kajian/studi
wanita dan/atau gender, organisasi masyarakat sipil, dan/atau lembaga swadaya
masyarakat.
Paragraf
6
Pelaporan
Pasal 56
(1) Untuk mengetahuipencapaian serta menjamin efektifitas dan keberhasilan penyelenggaraan PUG, dilakukan pelaporan penyelenggaraan PUG secara berkala.
(2) Pelaporan penyelenggaraan PUG sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling
sedikit meliputi:
a. pelaksana;
b. hasil yang telah dicapai;
c.hambatan yang dihadapi;
d. upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi hambatan; dan
e. penggunaan anggaran.
Pasal 57
Mekanisme pelaporan
pelaksanaan PUG di tingkat pusat, yaitu:
a. focal point PUG melaporkan kepada Pokja PUG;
b. pokja PUG melaporkan kepada pimpinan kementerian/lembaga
masing-masing;
c. pimpinan kementerian/lembaga masing-masing melaporkan
kepada Menteri;
d. Menteri melaporkan kepada Presiden.
Pasal 58
Mekanisme pelaporan pelaksanaan PUG di tingkat daerah, yaitu:
a. focal point PUG melaporkan kepada Pokja PUG;
b. Pokja PUG melaporkan kepada pimpinan satuan kerja
perangkat daerah provinsi atau kabupaten/kota;
c. pimpinan satuan kerja perangkat daerah provinsi dan
kabupaten/kota melaporkan kepada gubernur atau bupati/walikota;
d. gubernur atau bupati/walikota melaporkan kepada Menteri;
e. Menteri melaporkan kepada Presiden.
Pasal 59
Presiden menerima
pelaporan penyelenggaraan PUG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 dan Pasal 58
secara berkala setiap 6 (enam) bulan.
Pasal 60
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan penyelenggaraan PUG diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB V
DATA TERPILAH
Pasal 61
Penyusunan data terpilah merupakan bagian tidak
terpisahkan dalam penyelenggaraan PUG.
Pasal 62
(1)
Data terpilah merupakan
data yang dirinci menurut jenis kelamin.
(2)
Data terpilah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bertujuan untuk mengetahui posisi, kondisi, dan kebutuhan perempuan
dan laki-laki dalam berbagai sektor dan bidang pembangunan.
BAB VI
ANGGARAN RESPONSIF GENDER
Pasal 63
(1)
ARG merupakan
strategi PUG untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan anggaran
pembangunan nasional.
(2)
ARGsebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diintegrasikan dalam penyusunan program, kegiatan dan
anggaran kementerian/lembaga.
Pasal 64
ARG
bertujuan untuk:
a.
mendorong keberpihakan anggaran
terhadap perempuan dan anak;
b.
membangun kesadaran multipihak
mengenai pentingnya mengintegrasikan analisis gender dalam penganggaran dan
penilaian dampak anggaran;
c.
mendorong partisipasi dan keterwakilan
perempuan dalam penyusunan, penetapan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan
anggaran;
d.
membuat pemerintah transparan dan
bertanggungjawab terhadap komitmen untuk mewujudkan PUG dalam pembangunan; dan
e.
mengubah kebijakan anggaran yang
netral menjadi responsif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.
Pasal 65
(1)
ARG bersifat melekat pada struktur
anggaran yang terdapat dalam Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga.
(2) Penerapan
ARG dalam Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) didahului dengan analisis gender.
BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 66
(1)
Setiap
orang dapat berperan serta dalam upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan
gender.
(2) Peran serta
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dengan cara:
a. memberikan
informasi dan pengetahuan yang mendukung pengenalan dan pemahaman kesetaraan
dan keadilan gender dalam lingkungan keluarga,
lingkungan pendidikan, lingkungan kerja, dan kelompok sebaya;
b. menyelenggarakan
dan/atau mempublikasikan kegiatan yang dapat
menunjang terwujudnyakesetaraan dan keadilan gender;
c. melakukan
kegiatan pengkajian, penelitian, pendidikan, pelatihan, pengembangan,
pendampingan, dan/atau pendanaan yang berkaitan dengan kesetaraan dan keadilan gender;
d. menyampaikan
saran, pendapat, dan/atau informasi yang benar dan bertanggung jawab mengenai
kesetaraan dan keadilan gender;
e. terlibat
dalam proses penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kesetaraan dan keadilan gender sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
f. memantau
program dan/atau kegiatan yang dilaksanakan oleh kementerian/lembaga dan/atau
satuan kerja perangkat daerah;
g. memberikan
dukungan finansial dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender;dan
h. menumbuhkan
dan mengembangkan sikap tanggap dan kemampuan untuk
menghapus diskriminasi.
BAB VIII
LARANGAN
Pasal 67
Setiap
orang dilarangmelakukan perbuatan yang memiliki unsurpembedaan, pembatasan,
dan/atau pengucilanatas dasar jenis kelamin tertentu.
Pasal 68
Setiap orang dilarangmelakukan segala bentuk kekerasanfisik dan/atau non-fisik
atas dasar jenis kelamin tertentu.
Pasal 69
Setiap orang dilarang membuat tulisan dan/ataupernyataanyang
merendahkan dan/atau melecehkan seseorang dan/atau kelompok berdasarkan jenis
kelamin tertentuuntuk dipublikasikan.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 70
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan
perbuatan yang memiliki unsurpembedaan,pembatasan, dan/atau pengucilan atas
dasar jenis kelamin tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 67 dipidana dengan pidana penjara paling lama …
(…) tahun dan pidana denda paling banyak Rp…
(…).
Pasal 71
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan segala bentuk
kekerasanfisik
dan/atau non-fisik atas dasar jenis kelamin tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 68 dipidanadengan pidana penjara paling lama … (…) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp… (…).
Pasal 72
Setiap orang yang dengan sengaja membuat tulisan dan/ataupernyataanyang
merendahkan dan/atau melecehkan seseorang dan/atau kelompok berdasarkan jenis
kelamin tertentuuntuk dipublikasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 dipidana
dengan pidana penjara paling lama … (…) tahun dan pidana denda paling banyak Rp…
(…).
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 73
Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional, Rencana Kerja Pemerintah, Rencana Strategis
Kementerian atau Lembaga, Rencana Kerja Kementerian atau Lembaga, dan Rencana
Kerja Anggaran Kementerian atau Lembaga yang telah disusun tetap berjalan
sampai jangka waktu perencanaan berakhir.
Pasal 74
Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah, Rencana Kerja Pemerintah Daerah, Rencana Strategis
Satuan Kerja Perangkat Daerah, Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan
Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah yang telah disusun tetap berjalan sampai jangka waktu perencanaan
berakhir.
Pasal 75
Program dan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan PUG yang sedang berjalan tetap dilaksanakan
sampai program dan kegiatan berakhir.
Pasal 76
Penyelenggara PUG, Pokja PUG, atau focal point PUG tetap melaksanakan
tugasnya sampai terbentuknya Penyelenggara PUG, Pokja PUG, atau focal
point PUG yang baru sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 77
Peraturan pelaksanaan
dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung
sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 78
Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan berkaitan
dengan kesetaraan dan keadilan gender dinyatakan masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang
ini.
Pasal 79
Undang-Undang ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada
tanggal
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR .....
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN …
TENTANG
KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER
I.
UMUM
Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyatakan
bahwa tujuan bernegara adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Oleh karena itu, setiap warga negara, baik perempuan dan
laki-laki tanpa kecuali mempunyai tanggung jawab yang sama untuk melaksanakan
tujuan tersebut. Salah satu bentuk tanggung jawab tersebut adalah dengan
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Untuk itu,
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) telah
menjamin persamaan kedudukan antara perempuan dan laki-laki. Implementasi dari
ketentuan tersebut terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan, antara
lain Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), yang secara khusus mengatur
mengenai hak perempuan.
Indonesia juga
telah meratifikasi Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan (Convention on the
Elimination of All Forms of Discrimination against Women/CEDAW) melalui
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984.
Bersama 188 negara lainnya, Indonesia juga telah menyepakati Deklarasi
dan Landasan Aksi Beijing atau Beijing
Declaration and Platform for Action (BPFA)yang merupakan hasil Konperensi
Perempuan se-Dunia ke IV di Beijing tahun 1995. Komitmen untuk meningkatkan
kesetaraan dan keadilan gender juga tercantum dalam Tujuan Pembangunan Abad
Milenium/ Millenium Development Goals
(MDGs) yang dicanangkan oleh PBB dalam Millenium
Summit yang diselenggarakan pada bulan September 2000.
Walaupun secara normatif UUD 1945 telah menjamin persamaan
kedudukan setiap warga negara, baik perempuan maupun laki-laki dan Indonesia
telah meratifikasi Konvensi Perempuan, namun sampai saat ini perempuan masih
mengalami diskriminasi hampir di segala bidang kehidupan. Akibat perlakuan yang
diskriminatif, perempuan belum memperoleh manfaat yang optimal dalam menikmati
hasil pembangunan. Perempuan sebagai bagian dari proses pembangunan nasional,
yaitu sebagai pelaku sekaligus pemanfaat hasil pembangunan, masih belum dapat
memperoleh akses, berpartisipasi, dan memperoleh manfaat yang setara dengan
laki-laki, terutama dalam proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan
maupun dalam pelaksanaan pembangunan di semua bidang dan semua tingkatan.
Oleh karena itu
kualitas hidup perempuan perlu ditingkatkan, salah satunya melalui
pengarusutamaan gender dalam setiap tahap pembangunan, termasuk dalam proses
perencanaan dan perumusan kebijakan. Hal ini sangat diperlukan agar kepentingan
perempuan dan laki-laki dapat tertampung secara seimbang sehingga pada akhirnya
perempuan dan laki-laki dapat menikmati hasil pembangunan secara berimbang.
Di Indonesia, pengarusutamaan gender sebagai salah satu strategi untuk
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam setiap aspek kehidupan ditetapkan
melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender
dalam Pembangunan Nasional. Sebagai tindak lanjut, dikeluarkan Kepmendagri
Nomor 132 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender
dalam Pembangunan Daerah yang kemudian diperbaharui dengan Permendagri Nomor 15
Tahun 2008.
Mengingat hingga saat ini upaya pengarusutamaan gender dalam pembangunan masih
menunjukkan kemajuan yang sangat lambat, dan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun
2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional sebagai dasar
hukum implementasi pengarusutamaan gender tidak terdapat dalam tata urutan
peraturan perundang-undangan, maka diperlukan sebuah undang-undang yang secara
khusus mengatur mengenai pengarusutamaan gender.
Dalam undang-undang ini,
pengarusutamaan gender sebagai sebuah strategi untuk mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara perlu diimplementasikan dalam setiap tahap
pembangunan yang meliputi perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan
evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik di pusat maupun
di daerah. Oleh karena itu, implementasi pengarusutamaan gender ke dalam
seluruh proses pembangunaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
kegiatan fungsional semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat pusat dan
daerah. Termasuk di dalamnya adalah ketentuan yang mengatur mengenai anggaran
yang responsif gender.
Dalam penyelenggaraan
pengarusutamaan gender, pembiayaan merupakan salah satu unsur yang penting.
Pembiayaan penyelenggaraan pengarusutamaan gender menjadi tanggung jawab
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Secara nasional, pembiayaan
penyelenggaraan PUG diakomodasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Adapun di tingkat daerah pembiayaan pengarusutamaan gender
diakomodasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Unsur lain yang penting
dalam penyelenggaraaan pengarusutamaan gender adalah data terpilah. Dalam penyelenggaraan pengarusutamaan
gender, data terpilah merupakan prasyarat
bagi pembuat keputusan dalam merumuskan kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan. Selain itu, undang-undang ini juga mengamanatkan
pembentukan Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender (Pokja PUG) dan Focal
Point Pengarusutamaan Gender untuk menjamin agar pengarusutamaan gender
dapat dilaksanakan secara maksimal.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang
dimaksud dengan “asas kemanusiaan” adalah penyelenggaraan pengarusutamaan
gender mencerminkan perlindungan hak asasi manusia serta harkat dan martabat
setiap warga negara secara proporsional.
Huruf
b
Yang dimaksud dengan
“asas persamaan substantif” adalah bahwa setiap kebijakan, sikap dan
langkah-tindak dalam segala bidang kehidupan harus bertujuan memenuhi hak asasi
manusia, merealisasi pemenuhan kebutuhan
hidup dan aspirasi yang berbeda antara perempuan dan laki-laki, yang disebabkan
karena kodrat yang berbeda.
Huruf
c
Yang dimaksud dengan
“asas non-diskriminasi” adalah bahwa setiap kebijakan, sikap dan langkah-tindak
dalam segala bidang kehidupan harus mencerminkan pengakuan, penghormatan dan
pemajuan hak asasi manusia serta kesetaraan gender yang adil.
Huruf
d
Yang
dimaksud dengan “asas manfaat” adalah penyelenggaraan pengarusutamaan gender
memberikan manfaat yang sama bagi laki-laki dan perempuan.
Huruf
e
Yang
dimaksud dengan “asas partisipatif” adalah penyelenggaraan pengarusutamaan
gender memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan serta.
Huruf
f
Yang
dimaksud dengan “asas transparansi dan akuntabilitas” adalah penyelenggaraan
pengarusutamaan gender dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka.
Pasal 3
Cukup
jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan “tindakan khusus sementara” (affirmative
action) adalah
hukum dan kebijakan yang mensyaratkan dikenakannya kepada kelompok tertentu
pemberian kompensasi dan keistimewaan dalam kasus-kasus tertentu guna mencapai
representasi yang lebih proporsional dalam berbagai institusi dan okupasi.
Tindakan khusus sementara dimaksudkan
agar setiap orang mendapatkan kemudahan dan manfaat yang sama guna mencapai
persamaan hak dan keadilan.
Tindakan ini dapat diberhentikan apabila tujuan yang dimaksud telah dicapai.
Salah satu bentuk tindakan khusus sementara yaitu pemberian kuota dalam jumlah
tertentu bagi perempuan.
Pasal 5
Cukup
jelas.
Pasal 6
Cukup
jelas.
Pasal 7
Cukup
jelas.
Pasal 8
Cukup
jelas.
Pasal 9
Cukup
jelas.
Pasal 10
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf
b
Lembaga keuangan seperti bank, koperasi, danlembaga perkreditan.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup
jelas.
Pasal 12
Cukup
jelas.
Pasal 13
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf
b
Bentuk kekerasan meliputi
kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan seksual.
Huruf
c
Cukup jelas.
Huruf
d
Cukup jelas.
Pasal 14
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf
b
Cukup
jelas
Huruf
c
Cukup jelas.
Huruf
d
Cukup
jelas
Huruf
e
Cukup jelas.
Huruf
f
Cukup
jelas
Huruf
g
Ketentuan ini
dimaksudkan agar tidak ada warga negara Indonesia yang tidak berkewarganegaraan
(stateless).
Pasal 15
Cukup
jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal
18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal
21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan “mengintegrasikan” adalah tidak memisahkan anggaran responsif
gender diluar seluruh anggaran kementerian atau lembaga.
Pasal 22
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan metode Gender Analysis Pathway (Alur Kerja
Analisis Gender) adalah salah satu pendekatan analisis gender yang terdiri dari
3 langkah utama, yaitu: analisis kebijakan responsif gender, perumusan
kebijakan responsif gender, dan rencana aksi yang responsif gender.
Yang dimaksud dengan Problem Based Approach adalah salah satu pendekatan analisis gender
terhadap kebijakan pembangunan dan proses penganggaran yang meliputi tahap:
analisis masalah gender, pemeriksaan kebijakan, formulasi kebijakan, penyusunan
rencana aksi dan kegiatan intervensi serta monitoring dan evaluasi.
Ayat
(2)
Cukup jelas.
Pasal
23
Cukup jelas.
Pasal
24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf
b
Fungsi fasilitator antara lain memberikan
bimbingan teknis sehingga perencanaan program dan kegiatan yang diajukan dari
setiap lembaga negara, instansi, atau unit tersusun secara sistematis.
Pasal
25
Cukup jelas.
Pasal
26
Cukup jelas.
Pasal
27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf
b
Fungsi fasilitator antara lain memberikan
bimbingan teknis sehingga perencanaan program dan kegiatan yang diajukan dari
setiap lembaga negara, instansi, atau unit tersusun secara sistematis.
Pasal
28
Yang dimaksud dengan “berperan aktif” adalah
ikut terlibat secara langsung agar proses perencanaan PUG ditingkat daerah
dapat berjalan secara efektif.
Pasal
29
Cukup jelas.
Pasal 30
Huruf a
Bentuk dan media promosi dapat melalui
pamflet, website, buku saku, dan sebagainya agar materi PUG dapat dipahami
secara komprehensif.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal
31
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Bentuk dan media promosi dapat melalui pamflet,
website, buku saku, dan sebagainya agar materi PUG dapat dipahami secara
komprehensif.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup
jelas.
Huruf e
Cukup
jelas.
Huruf f
Cukup
jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal
34
Cukup jelas.
Pasal 35
Huruf a
Bentuk dan media promosi dapat melalui
pamflet, website, buku saku, dan sebagainya agar materi PUG dapat dipahami
secara komprehensif.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup
jelas.
Huruf i
Cukup
jelas.
Huruf j
Cukup
jelas.
Huruf k
Cukup
jelas.
Huruf l
Cukup
jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Bentuk dan media promosi dapat melalui
pamflet, website, buku saku, dan sebagainya agar materi PUG dapat dipahami
secara komprehensif.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup
jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup
jelas.
Huruf f
Cukup
jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Huruf a
Bentuk dan media promosi dapat melalui
pamflet, website, buku saku, dan sebagainya agar materi PUG dapat dipahami
secara komprehensif.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup
jelas.
Huruf h
Cukup
jelas.
Huruf i
Cukup
jelas.
Huruf j
Cukup
jelas.
Huruf k
Cukup
jelas.
Huruf l
Cukup
jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Bentuk dan media promosi dapat melalui pamflet, website,
buku saku, dan sebagainya agar materi PUG dapat dipahami secara komprehensif.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup
jelas.
Huruf f
Cukup
jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal
46
Cukup jelas.
Pasal
47
Pembiayaan dari pihak lain merupakan
pembiayaan yang berasal dari pihak di luar Pemerintah, antara lain yang
diberikan melalui hibah atau sumbangan yang
tidak memiliki konsekuensi timbal balik bagi yang memberikan hibah atau
sumbangan tersebut.
Pasal
48
Cukup jelas.
Pasal
49
Cukup jelas.
Pasal
50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal
53
Cukup jelas.
Pasal
54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal
57
Cukup jelas.
Pasal
58
Cukup jelas.
Pasal
60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Ayat
(1)
Data
terpilah dapat berupa data kuantitatif atau data kualitatif. Contoh data terpilah antara lain
data yang menggambarkan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Pasal
63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Informasi dan pengetahuan yang mendukung
pengenalan dan pemahaman kesetaraan dan keadilan gender diberikan sejak usia
dini.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup
jelas.
Huruf e
Cukup
jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Pemberian dukungan finansial
antara lain melalui corporate social
responsibilty.
Huruf h
Cukup jelas.
Pasal
67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal
70
Cukup jelas.
Pasal
71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal
74
Cukup jelas.
Pasal
75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal
78
Cukup jelas.
Pasal
79
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN
NEGARA TAHUN ... NOMOR ...
0 komentar:
Posting Komentar