Jumat, 28 Desember 2012

SERUAN UNTUK PEDULI MASA DEPAN PROFESI KEPERAWATAN:


1. RUU Keperawatan merupakan satu titik awalan untuk memajukan dan meningkatkan pelayanan keperawatan

2. Perjuangan RUU Keperawatan memang tidak mudah karena ini adalah inisiatif DPR (rakyat/perawat), hal ini berbeda jika inisiatif pemerintah
3. Aksi RUU Keperawatan memang telah banyak dilakukan tapi apakah itu cukup? TIDAK
4. Tahun lalu persis Desember diadakan aksi nasional oleh mahasiswa untuk mendorong RUU Keperawatan agar masuk prolegnas. Alhamdulillah masuk.
5. Aksi 12 Oktober yang lalu, juga merupakan bentuk mendesak agar RUU Keperawatan selesai dibahas di komisi
6. setelah di komisi, ruu keprawatan dimasukan ke badan legislasi (baleg) untuk diharmonisasi. ternyata hingga saat ini sidang ruu keperawatan di baleg tidak ada.
7. kemarin pernah ada rencana aksi ppni tapi batal. hal ini karena ingin mendesak ada agar RUU Keperawatan di sidangkan oleh baleg. MEREKA JANJI SENIN 10 DESEMBER KEMARIN. BAKAL ADA SIDANG RUU KEPERAWATAN!
8. TERNYATA SIDANG TIBA-TIBA DIBATALKAN TANPA ADA ALASAN!
9. ARTINYA PERAWAT DIkhiniati, DI-PHP-IN (PEMBERI HARAPAN PALSU!
10. padahal masa sidang baleg hingga tanggal 14 desember in. setelah itu masa sidang ditutup.
11. jika ruu keperawatan tidak disahkan oleh baleg maka tidak akan menjadi prioritas program legislasi nasional tahun 2013. artinya RUU KEPERAWATAN BAKAL MATI, DIBUANG OLEH MEREKA!!!
12. Memang perjalanan sebuah RUU tidak mudah dan gampang, butuh kepedulian semua elemen. ini bukan lagi tentang PPNI, Mahasiswa, atau golongan tertentu. INI TENTANG ELEMEN KEPERAWATAN. INI TENTANG KITA!
13. satu, dua kali aksi tidak cukup. satu dua kali, hingga ribuan lobby juga tidak cukup. Maka jangan pernah berhenti untuk melakukan sesuatu sampai RUU Keperawatan SAH. "Batu itu mungkin bukan tidak mau pecah ketika dipukul 99 kali, tapi ia akan pecah ketika kamu pukul 100 kali, maka jangan menyerah hingga pecah"
oleh karena itu " KETIKA CARA SUARA TAK DIDENGAR MAKA TURUN KE JALAN LAH JALAN TERBAIK" mari elemen keperawatan turun ke jalan "RIBUAN LANGKAH UNTUK SAHKAN RUU KEPERAWATAN"
KAMIS-JUM'AT 13-14 DESEMBER di SELURUH TITIK INDONESIA DAN DPR RI!
KEPUNG DPR RI!!
KEPUNG PUSAT LEGISLATIF INDONESIA!
--
NAHLA JOVIAL NISA
Vice Director Kajian Strategis dan Advokasi
Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia
Staff Departemen Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa
Forum Indonesia Muda Angkatan 11
Student FACULTY OF NURSING 2009
+6285695838918
+6281284384104

Rancangan Undang-Undang Keperawatan : Terkatung-katung Kerumitan Sistem atau Bukti Ketidakseriusan?

2 Desember 2010, ratusan perawat dan mahasiswa turun ke jalan, menyambangi Gedung-Anggota-Dewan-yang-terhormat. Apa pasal? Pelayanan kesehatan dalam konsep keperawatan sampai saat itu tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Begitupun hingga hari ini. Amanat Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan sepertinya masih abai bagi para anggota dewan untuk segera mengesahkan dasar hukum bagi setiap pekerja kesehatan.
Saat itu, Ketua PPNI Pusat Dewi Irawaty M.A. Ph.D ikut serta dalam aksi tersebut untuk menyampaikan orasinya. Bahwa perawat adalah tenaga kesehatan yang terdepan dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, setiap insan perawat harus memiliki perlindungan hukum yang kuat atas dirinya, dari Sabang sampai Merauke, baik di kota besar maupun di pelosok pedalaman, agar tidak terjadi lagi kasus “unjuk kuasa-unjuk takhta” seperti yang terjadi di Tasikmalaya maupun kasus dilematis yang dialami Misran. Kita akan bersama-sama melihat apakah Ketua PPNI yang sekaligus Dekan FIK UI masih konsisten dan mampu menelurkan langkah-langkah strategis dalam gerakan ini.

Mahasiswa, yang tentu saja merupakan “perawat masa depan”, biasanya hanya duduk manis dalam format diskusi bersama dengan fasilitator. Kita terprogram untuk mencurahkan potensi akal kita untuk memecahkan visualisasi masalah-masalah keperawatan dalam sesi-sesi kuliah. Kala itu meninggalkan bangku kuliah demi memperjuangkan hak rakyat dan hak perawat Indonesia dalam satu momen sekaligus. Dengan garang para perawat masa depan ini terlibat aksi dorong dengan aparat kepolisian, memanjat pagar gedung DPR, meneriakkan tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang profesional.
Tidak dipungkiri memang, sistem kesehatan di Indonesia masih belum tersusun secara sistematis sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Seorang yang sakit ringan dapat saja berobat ke RS rujukan nasional dengan layanan dokter spesialis. Asalkan memiliki dana dalam jumlah tertentu.  Sedangkan orang yang sakit kronis sulit sekali memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai, walaupun namanya terdaftar sebagai pemilik Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), yang selama ini digembar-gemborkan pemerintah untuk layanan yang “lebih baik”.

Namun, apalah artinya program subsidi tanpa sebuah Standard of Procedure (SoP) yang yang rigid dalam format formal. Amanat undang-undang kesehatan dengan insan perawat harapkan sebenarnya sudah selaras. Yakni hadirnya sebuah undang-undang yang mengatur khusus mengenai profesi perawat. Undang-Undang Keperawatan. Sebuah tata aturan kedua tertinggi di negeri ini yang tentunya berpengaruh kuat terhadap peraturan-peraturan teknis di bawahnya kelak. Mungkin kekhawatiran akan pelaksanaan teknis inilah yang menyebabkan para anggota dewan hingga saat ini sulit untuk menggodok pasal demi pasal yang dapat memperbaiki tata layanan kesehatan di negeri ini.

Ada fakta menggelitik yang dapat memicu geramnya pejuang muda negeri ini. Ternyata, selama sekian kali kunjungan-kunjungan ke fraksi, audiensi-audiensi dalam panitia kerja (panja) RUU Keperawatan, maupun SMS-SMS dukungan yang diberikan kepada anggota panja, hanya menjadi angin lalu bagi anggota DPR. Tampak dari jadwal rapat yang padat pada awal tahun, mengalahkan RUU lain yang juga sedang digodok oleh Komisi IX yaitu RUU Kesehatan Jiwa dan RUU Tenaga Kesehatan. Semenjak semester genap tahun ini rapat-rapat mengendur. Kalaupun masuk jadwal rapat, dengan alasan-alasan sekelas adanya anggota komisi I yang meninggal, satu fraksi tidak hadir, bahkan absennya satu-dua orang, membuat rapat penggodokan regulasi bagi kesejahteraan rakyat dan perawat ini batal.

Belum lagi masalah-masalah di atas terungkap kebenarannya. Sebuah kabar menyatakan bahwa tanggal 17 Oktober 2012 merupakan akhir masa sidang DPR. Berakhirnya masa sidang pada tahun 2012 ini mengartikan produk-produk hukum yang telah selesai pembahasannya akan dilanjutkan prosesnya pada bagian Badan Legislasi (Baleg) sedangkan yang masih terbentur perdebatan dalam rapat panja akan hangus. Lantas di mana posisi RUU Keperawatan? Jawabannya tentu yang menyebabkan tulisan ini ada di hadapan Anda. RUU Keperawatan masih diperdebatkan pasal per pasal, yang jika dibiarkan tanpa desakan kuat akan berakhir seperti daun kering yang dimakan api. Akankah perjuangan sekian tahun sia-sia?



Muhamad Taufik
Kepala Departemen Kajian Strategis
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia

SUARA MAHASISWA, Sahkan UU Keperawatan

Menurut Data Dunia Lembar Populasi 2009, Indonesia adalah negara dengan penduduk terbesar diantara negara ASEAN. Indonesia terdiri dari 243,3 juta orang. Terdapat 61.606 kecelakaan lalu lintas per tahun dan 18.205 mati akibat tabrakan (2010). Disadari atau tidak dengan jumlah penduduk yang banyak tentu membutuhkan tenaga kesehatan yang besar pula. Salah satu tenaga kesehatan dan telah menjadi profesi yang dibutuhkan adalah profesi perawat. Pernyataan ini terbukti dalam Profil Kesehatan Indonesia 2009 mencatat bahwa sebanyak  51.805 pekerja medis, pekerja keperawatan 278.221, bidan 93.889, 19.953 tenaga apotek, 28.858 pekerja kesehatan masyarakat, ahli gizi 12.762, terapi fisik 2.985, dan 15.483 tenaga teknis medis. Ini membuktikan bahwa tuntutan masyarakat untuk pelayanan kesehatan, khususnya keperawatan sangat tinggi. Sayangnya kebutuhan pelayanan keperawatan yang cukup tinggi tidak diimbangi dengan payung hukum  pelayanan keperawatan yang jelas untuk mengatur wewenang perawat.

            Di negara ini Indonesia, keperawatan belum memiliki payung hukum yang memadai yaitu Undang-Undang Keperawatan. Undang-Undang Keperawatan yang akan mengatur dan mengawal eksistensi suatu profesi. Seperti kita ketahui semua permasalahan-permasalahan hukum bahwa sejak tahun 2005 terdapat 33 kasus penangkapan perawat yang sedang menjalani pelayanan di tujuh provinsi yang baru dilaporkan datanya.
            Tidak ada perlindungan hukum perawat di pusat kesehatan masyarakat karena tidak jelas pengaturan kewenangan dan metode pelimpahan wewenang. Lebih dari 80% tindakan yang dilakukan oleh perawat di rumah sakit dapat dikategorikan ilegal karena tidak jelas pengaturannya. Kontroversi kewajiban perawat menolong gawat darurat dipidana, disisi lain tidak boleh menyimpan obat. Tidak ada perlindungan perawat dalam melakukan pekerjaan di pusat atau sarana kesehatan. Masalah inilah yang membuat pelayanan keperawatan tidak kunjung profesional.
            Upaya awal untuk memaksimalkan peran perawat dalam mewujudkan tenaga keperawatan yang profesional dan pemerataan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yaitu dengan pengembangan dan penerapan etika dalam pelayanan keperawatan. Selain itu mengembangkan berbagai kebijakan terkait   dengan domain utama dalam restrukturisasi pelayanan keperawatan. Harapannya para perawat mampu memberikan pelayanan keparawatan yang aman bagi pasien dan masyarakat. Kemudian memberikan pelayanan secara profesional, berkinerja tinggi serta peduli (caring) sehingga bisa mengurangi beban psikologis dari pasien.
            Pekerjaan yang dilakukan perawat adalah melakukan diagnosa medis sebesar 92,6%, menulis resep 93,1%, memberi pengobatan 97,1%, melakukan pre natal periksa dan tindakan post natal 70,1%. Kegiatan pelayanan kesehatan di pusat kesehatan masyarakat adalah kegiatan keperawatan (Depkes,  2005). Mengapa undang-undang keperawatan itu penting?, berikut bukti nyata bahwa 80% kegiatan pelayanan di rumah sakit adalah pelayanan atau asuhan keperawatan. 60 % tenaga kesehatan adalah perawat yang tersebar tidak terbatas kondisi geografis. Survei pada tahun 2010 membuktikan ada kesenjangan antara harapan masyarakat dengan kompetensi saat ini yaitu 92,3%:68,7%. Mayoritas perawat menyatakan bahwa beban kerja sangat berat karena tidak sesuai dengan tugas dan fungsinya perawat (studi kualitatif).

           Perawat adalah profesi kesehatan yang saling berkoordinasi baik dengan dokter, dokter gigi, ahli gizi, apoteker, dan tenaga kesehatan lainnya. Namun masing-masing mereka memiliki peran tertentu. Perawat memiliki dua peran utama, peran utama adalah merawat dan peran sekunder adalah menyembuhkan. Keperawatan menekankan merawat daripada mengobati. Paradigma kebanyakan orang bahwa perawat adalah asisten dokter. Perawat melakukan apapun yang dokter katakan kepada mereka. Keperawatan melihat biologis secara holistik termasuk manusia, psikologi, dan sosial. Bahkan, perawat adalah sebagian besar orang yang paling dekat dengan pasien dan memberikan pelayanan penuh waktu. Untuk itu kontribusi keperawatan dalam sistem kesehatan tidak bisa dipungkiri. Secara filosofis, sosiologis, dak teknis praktik keperawatan memerlukan payung hukum yang kuat, yaitu Undang-Undang Keperawatan. Undang-Undang Keperawatan  akan meningkatkan kejelasan peran dan fungsi perawat dan menambah jaminan hak atau kewajiban perawat yang lebih jelas.
Sebagai mahasiswa keperawatan kami telah membuat sebuah diskusi publik tentang urgensi Undang-Undang Keperawatan. Selain itu, penulis beserta teman-teman juga berkontribusi secara nyata kepada masyarakat, yaitu mengadakan cek kesehatan gratis. Hal kecil ini yang bisa penulis lakukan untuk membuktikan bahwa perawat dapat menjadi agen perubahan di masyarakat dan memiliki hak yang sama antara profesi kesehatan.

          Keadaan ini tentu bukan hanya utopia, tetapi bisa direalisasikan dengan adanya Undang-Undang Keperawatan. Hanya butuh waktu, keseriusan para agen sosialisasi, dan komitmen para perawat, masyarakat, dan pemerintah. Harapan itu masih ada.

Moh. Hamilun Ni'am
Mahasiswa Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Pentingnya Komunikasi berbasis Budaya bagi Perawat

Blacius Dedi,Staf pengajar STIKES Immanuel Bandung meraih gelar Doktor dalam bidang Ilmu Keperawatan setelah berhasil mempertahankan disertasinya “Pola Komunikasi Perawat Pelaksana dalam Pelayanan Keperawatan Peka Budaya di Wilayah Priangan, Jawa barat,” terhadap pertanyaan para penguji pada sidang terbuka Senat UI yang berlangsung Kamis (27/12) di Kampus Depok. Sidang dipimpin Prof. Dra. Elly Nurachmah, D.N.D yang sekaligus menjadi promotor, bertindak sebagai Ko-Promotor I Dra. Setyowati, M.App.Sc., Ph.D., Ko-Promotor II dr. Muchtaruddin Mansyur, M.S.,Sp.O.K., Ph.D.,serta anggota Prof. Dr. dr. Soekidjo Notoatmodjo, Prof. Judistira K. Garna, Ph.D., Iwan Tjitradjaya, Ph.D.,dan Dr. Suryani, S.Kp., M.H.S.C.

Komunikasi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia yang tujuannya adalah untuk menyampaikan atau bertukar informasi. Komunikasi akan berjalan lebih lancar jika komunikator dan komunikan menggunakan bahasa dan tradisi budaya yang sama. Penelitian Blacius Dedi, calon doktor Keperawatan ke-6 di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI), membuktikan komunikasi yang dilakukan para perawat di Rumah Sakit (RS) Immanuel Bandung belum dilakukan secara optimal sesuai standar yang benar dan belum sesuai dengan budaya masyarakat Priangan.
Penelitian Dedi dilakukan di RS Immanuel Bandung dengan 31 orang partisipan perawat pelaksana di ruang rawat inap. Pengumpulan data dilakukan selama satu tahun, dengan metode wawancara mendalam, observasi partisipan, catatan lapangan dan wawancara mendalam kepada subyek yang terkait dengan partisipan. Hasil penelitian Dedi menunjukkan,selama perawat melakukan intervensi: 1) klien tidak pernah mengetahui nama perawat yang merawatnya, 2) klien tidak pernah mendapat penjelasan tentang prosedur intervensi, 3) klien tidak pernah ditanya kesediaan waktu untuk pengkajian dan intervensi. Kompetensi komunikasi perawat masih rendah. Prosedur komunikasi belum dilakukan sesuai prosedur standar. Klien dan keluarga merasa tidak puas dengan komunikasi perawat dalam pelayanan keperawatan. Rekomendasi dari penelitian Dedi adalah perbaikan rumusan kurikulum dengan mengadaptasi dan mengadopsi karakteristik budaya Priangan atau budaya setempat serta memberikan pelatihan komunikasi yang berbasis budaya Priangan bagi seluruh perawat pelaksana.(Humas FIK UI)
Sumber: www.ui.ac.id